Minggu, 17 Oktober 2021 – Sdr. Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu

Surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Korintus ini adalah sebuah “surat kesesakan” atau Sorrowful letters. Surat ini berisikan kegundahan hati Paulus karena dia mendapat tudingan sebagai rasul palsu yang memberitakan Injil Palsu. Paulus juga mendengar kabar, bahwa banyak jemaat di Korintus yang terpengaruh dengan budaya dan kebiasaan yang beragam dan bercampur di kota Korintus. Kebiasaan-kebiasaan itu adalah kebiasaan yang jahat dan menajiskan diri, melalui sebuah upacara dan ritual berhala serta percabulan-percabulan di antara jemaat dan orang sekitar, sebagai bentuk ritual pemujaan kepada dewi Apfodit. Oleh karena itu, Paulus dalam perikop ini memberikan sebuah peringatan kepada jemaat di Korintus, dalam kapasitasnya sebagai pendiri gereja di Korintus.

Paulus menegaskan kepada jemaat-jemaat di Korintus untuk memisahkan diri dari perbuatan-perbuatan yang najis dan tidak mencemari diri, karena itu akan berpengaruh kepada kehidupan mereka dalam kekekalan. Paulus mengingatkan, bahwa setiap jemaat harus menjaga kekudusan hidup mereka karena tubuh mereka adalah bait Allah yang hidup (ay.16) dan harus menyempurnakan setiap proses kekudusan itu dengan takut akan Allah (pasal 7:1), supaya kelak mereka akan tetap kudus dalam perkawinan anak domba, di mana setiap orang percaya akan menjadi mempelai wanita dan Kristus akan menjadi mempelai Pria (2Kor. 11:1-6 band. Why. 19:6-10).

Oleh karena pemisahan itu, Paulus mengingatkan supaya tidak menjadi pasangan yang tidak berimbang atau pasangan tidak seiman, yakni pasangan yang tidak terikat dan percaya kepada Injil Kristus (ay.14), melainkan menjadi pasangan yang memiliki kecocokan dan komitmen kepada Injil Kristus, karena mereka adalah surat Injil Kristus atau surat terbuka (pasal 3:3). Pasangan seiman adalah sebuah kriteria kehidupan bagi orang percaya. Dengan pasangan seiman, memiliki kesamaan yakni memegang janji-janji Allah (6:16, 18) dan persyaratan yang sama dalam sebuah tujuan (Pasal 7:1)

Dalam perikop ini, juga ditemukan sebuah prinsip untuk sebuah keseimbangan atau kecocokan kehidupan di dalam Injil Kristus, yakni Pertama, harus membuka hati untuk sebuah keterikatan komitmen dan sebuah sikap hidup ketersalingan, antara saudara seiman dan pasangan hidup seiman (ay.13). Kedua, menyadari bahwa tubuh ini sebagai sebuah bait Allah tempat Allah berdiam. Sebagai konsekuensi dalam prinsip ini, bahwa semua tujuan prinsip ini adalah kesalehan hidup dan proses penyempurnaan pemurnian diri. Selain itu, di dalam perikop ini juga dapat ditemukan cara untuk mencapai sebuah keseimbangan atau kecocokan di dalam kehidupan Injil Kristus, yakni dengan berfokus pada kata “jangan,” yakni hal-hal yang harus dihindari meliputi pertama, keharusan untuk keluar dan memisahkan diri dari apa yang jahat dan tidak sesuai dengan kehidupan Injil Kristus (ay.17), kedua, untuk tidak menjamah apa yang najis, artinya jangan menerima dan melakukan gaya dan pola hidup yang dapat menajiskan diri, seperti percabulan dan pemberhalaan diri.

Sebagai implikasi praktis, bahwa setiap pribadi adalah ciptaan Allah yang segambar dan serupa dengan Allah, berarti setiap pribadi harus menghargai setiap pribadi yang lain. Kedua, setiap pribadi akan masuk di dalam kelompok dan komunitas iman, ini menuntut peran aktif setiap pribadi untuk berjalan menuju keserupaan dengan Kristus, yang menjadi pengingat bagi pribadi lain untuk sebuah proses penyempurnaan kekudusan hidup dalam tujuan kekekalan.