1 Petrus 1:13-25.

Perikop ini dibuka dengan penanda, sebagai “petunjuk alasan,” yang menghubungkan dengan perikop sebelumnya (Yun:Dio). Artinya, oleh karena seseorang telah memiliki iman dan pengharapan serta kasih melalui keselamatan yang diterimanya, dan telah dilahirkan baru, yang berakibat seseorang harus bersukacita dalam iman tersebut. Walaupun iman itu akan mengalami pengujian dan pemurnian.


Dalam keadaan inilah, pada perikop ini, rasul Petrus melanjutkan dengan ajakan untuk melakukan tindakan praktis, pertama, menjaga kekudusan hidup dengan sebuah ketaatan dan kesetiaan di dalam jalan-Nya (ay. 13-15). Kedua, berjalan dalam rancangan Allah, adalah hidup dengan percaya kepada Yesus kristus dan mengikutinya sebagai role model, sebagai kesempurnaan teladaan kesetiaan dan ketaatan (ay. 17-21). Terakhir, untuk mewujudkan sebuah kesetiaan dan ketaatan, dimulai dengan berbagi kasih persaudaraaan sebagai tanda seseorang telah dilahirkan baru dan memiliki iman dalam Yesus Kristus. Semua dilakukan untuk kemuliaan Allah. (ay. 22-25)

Ketiga perihal petunjuk praktis yang diberikan Petrus kepada jemaat Kristen non-Yahudi, yang tersebar di berbagai wilayah, bukan hanya untuk menguatkan iman kekristenan melainkan menuntun dan membimbing jemaat untuk terus mengarahkan pandangannya tertuju kepada Kristus sang Juruslamat yang hidup. Perihal inilah, yang menjadi sebuah kabar baik yang diteruskan dari satu jemaat kepada jemaat yang lain, untuk saling menguatkan dan meneguhkan di dalam iman mereka kepada Yesus, di tengah konteks terhimpit akan intimidasi dan ancaman bahkan penganiayaan.

Lalu, bagaimana dengan kehidupan kita saat ini, sudahkah kita melakukan natur dan panggilan hidup seorang Kristen, seperti yang diserukan oleh rasul Petrus? Sudahkah kita hidup di dalam kekudusan dan berlaku setia kepada Allah? Apakah kita telah mengizinkan Kristus bertahta di hati dan pikiran kita, sehingga Ia menguasai seluruh kehidupan kita? Atau kita justru memperlakukan Kristus, layaknya saklar lampu, kita bisa mengaktifkan dan mematikan (on/off) sesuai keperluan kita? Siapakah Yesus di dalam kehidupan kita? Yang terakhir, paling praktis adalah, apakah kita telah berbagi kasih Kristus kepada orang –orang di sekitar kita? Atau justru kita terlalu egois, kita berjalan dalam pandangan kita sendiri, sehingga kita lupa harus membagikan sebuah kasih persaudaraan, dengan cara mengasihi dan melayani, melalui sebuah peran dan tanggung jawab yang bisa kita lakukan dan kerjakan. Mari sejenak, kita renungkan bersama. Bagaimana natur dan panggilan kita sebagai orang Kristen, apakah kita sudah hidup layaknya seseorang yang telah menerima kelahiran baru? Undanglah Kristus menguasai kehidupan kita, supaya kita dimampukan melakukan sesuatu seturut kehendak-Nya. Oleh karena anugerah dan kasih karunia-Nya kita mampu melakukan sesuatu dalam rancangan-Nya.

Asidoro Sabar Parsaulian P.
7 September 2021