Ayub 30:1-31

Ketika saya punya jabatan tinggi, status yang besar, prestise yang menonjol, prestasi yang hebat, gelar akademik, harta melimpah, perekonomian stabil, kesehatan prima dll, bersiap2lah untuk dikecilkan melalui penghinaan dari orang lain. Ketika saya bereaksi marah itu pertanda betapa kecilnya diriku.

Ayub tidak hanya menderita sakit jasmani, borok luka tulang kering dan busuk dagingnya. Tetapi ia juga menderita psikis, mental, jiwa dan rohani. Ia dicerca, dihina, ditertawakan (ay 1), disindir dan diejek (ay 7), dijauhi dan diolok bahkan diludahi (ay 10).

Tekanan publik kepada Ayub dilihatnya dari kaca mata iman, bahwa semua itu terjadi adalah karena kedaulatan Tuhan …. aku direndahkan-Nya … (ay 11). Untuk sesaat Tuhan merendahkannya, dengan memakai orang-orang di sekitarnya:

  1. Mereka membongkar rumahnya (ay 11)
  2. Mereka bergerombol membinasakannya (ay 12)
  3. Mereka bebas mengusahakan kejatuhannya (ay 13).
  4. Mereka menyerbu untuk meruntuhkannya (ay 14)
  5. Mereka menimpakan kedahsyatan (ay 15a)
  6. Mereka menerbangkan kemuliaannya (ay 15b)
  7. Mereka melenyapkan kebahagiaanya (ay 15c)

Apa pelajaran rohaninya? Di hadapan Tuhan kita harus kecil. Dan pengalaman nyata kecil harus kita rasakan melalui penghinaan dari orang-orang yang secara status sosial lebih kecil dari kita. Kristus pun pernah (sering) diperlakukan sangat hina oleh orang berdosa maka ketika kita dihina hal itu menjadi pelajaran untuk membentuk spiritualitas kerendahan hati. Kesombongan, keangkuhan, kegagahan manusia dikikis melalui penghinaan dari orang lain. Tak ada yang tersisa dalam hidup Ayub. Ya, dia direndahkan serendah-rendahnya.

Beberapa keadaan pengalaman derita Ayub ketika dihina:

  1. Jiwa hancur dan kesengsaraan mencekam setiap hari (ay 16).
  2. Tulang-tulangnya digerogoti, nyeri menusuk tak kunjung berhenti setiap malam 9ay 17).
  3. Koyak pakaiannya dan menggelambir karena tergaruk tangannya (ay 18).
  4. Tubuhnya menyerupai debu dan abu (ay 19).
  5. Berhari-hari menangis karena kesukaran (ay 25)
  6. Pengharapannya hilang (ay 26)
  7. Batinnya bergelora berhari-hari karena sengsara (ay 27)
  8. Tidak memiliki tempat tinggal, sedih, berteriak mencari pertolongan yang tak kunjung datang (ay 28).
  9. Kulitnya mengelupas dari tubuhnyau dan tulang-tulangnya mengering karena demam; (ay 30)
  10. meratap dan dan menangis (ay 31)

Apa pelajaran rohaninya? Ketika mental/sukma dihancurkan, yang tersisa adalah ratapan kepada Tuhan. Berlari kepada Tuhan Yang Mahabesar untuk menguatkan hati yang dikecilkan (dihina) orang. Penghinaan dari orang lain pasti akan memukul kecongkakan diri.

Bagaimana Ayub menghadapi situasi yang berat ini ketika diolok dan direndahkan? Hanya datang kepada Tuhan. Ayub terus berdoa minta tolong sekalipun tidak dijawabNya. Ayub terus menanti2 Tuhan sekalipun tidak dihiraukanNya.

Perhatikan monolog deskripsi proklamasi iman dan doa Ayub kepada Tuhan. Ayub sangat berani, terbuka dan jujur mengutarakan isi hatinya tentang Tuhan.

Seruan doanya sangat keras —- yang tak mudah dipahami orang Kristen masa kini, bahwa:

  1. Tuhan kejam kejam terhadapnya (ay 21a).
  2. Tuhan memusuhinya dengan kekuatan tanganNya (ay 21b)
  3. Tuhan mengangkatnya, melayangkannya dan menghancurkannya dalam angin rebut (ay 22)
  4. Tuhan membawanya ke alam susah (ay 23)
  5. Tuhan membiarkannya tanpa pertolongan 9ay 24)

Pelajaran rohaninya? Kedekatannya (bergaul karib) dengan Tuhan sejak remaja sampai masa tuanya membuatnya sangat terbuka (berani) berbicara. Ia tahu bahwa Tuhan tidak akan marah bila ia berkata jujur atas tindakan SAHABAT KARIBNYA (TUHAN). Pernyataan imannya yang keras bukan didasarkan atas kebencian dan kemarahan tetapi karena kasih dan pengabdiannya yang tulus kepada Tuhan. Keluhan2nya ia alamatkan kepada Tuhan Yang Mahamendengar segala persoalan batinnya. Ayub mencurahkan semua isi hatinya kepada Tuhan. Ayub ingin didengarkan atas penghinaan yang ia terima. Hanya kepada Tuhan ia mengadu atas pengecilan dirinya. Ketika Ayub datang berdoa menyampaikan penghinaan dirinya, ia sudah sangat kecil di hadapan Tuhan Yang Mahabesar. Ya, manusia harus sangat kecil (malah seukuran debu) di depan Tuhan.

Ketika aku sangat kecil di hadapan TUHAN MAHAAKBAR

Tonny Mulia Hutabarat
1 September 2021