LD Tonny Mulia Hutabarat
25 Februari 2024

TEGAR TENGKUK … Keluaran 32:9

Lagi firman TUHAN kepada Musa: “Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (Exo 32:9 ITB)

Si leher kaku, si leher beton, tegar tengkuk adalah istilah yang berasal dari lingkungan pertanian. Ini digunakan untuk hewan yang menolak tarikan kendali petani untuk berbelok ke arah tertentu dan malah pergi ke tempat yang diinginkannya. Jika seseorang digambarkan sebagai orang yang keras kepala, itu berarti dia pemberontak.

Dalam hal apa bangsa Israel bersikap keras kepala? Bangsa Israel melakukan apa yang mereka anggap terbaik. Mereka menunggu lama – 40 hari. Mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi. Maka mereka membuat anak lembu emas. Mereka memerlukan semacam jaminan bahwa mereka akan baik-baik saja. Setidaknya anak sapi itu TERLIHAT dan NYATA sebagaimana yang pernah mereka lihat di Mesir.

Penyembahan terhadap anak sapi yang menjadikan mereka keras kepala dan memberontak di mata Tuhan. Mereka MENYEMBAHNYA. Mereka menggunakannya sebagai penangkal atas ketakutan mereka. Takut akan ketidakpastian; Takut tidak mengetahui langkah selanjutnya; Takut untuk bertahan hidup. Anak sapi memberi mereka rasa kendali dan keamanan yang salah. Itu adalah cara mereka menghadapi alam liar. Mereka tidak lagi peduli dengan Tuhan atau apa yang DIA katakan kepada mereka. Dengan anak sapi, mereka hanya mendengarkan diri mereka sendiri. Yang membuat Tuhan sedih dan marah adalah PENOLAKAN mereka untuk MENDENGARKAN-NYA. Transisi dari situasi perbudakan ke padang gurun yang sepi dan berbahaya, membuat suatu kejutan perubahan yang tak dapat mereka atasi – MELAWAN TUHAN.

Saat kita mengalami ketidakpastian, kita tertutup. Kita menjadi KAKU. Kita berpegang pada apa yang kita ketahui. Kita menggunakan apa yang mudah, logis, dan dapat diprediksi. Kita menjadi reaktif dan mengendalikan. Dengan kata lain, kita MENOLAK MENDENGARKAN. Kita berhenti terlibat dengan hidup kita. Terkadang, kita bahkan tidak menyadari betapa keras kepala kita. Ironisnya kita membangkan kepada jalan2Nya yang ditunjukkanNya.

Menolak untuk mendengarkan bukanlah solusi bagi kehidupan kita yang liar. Itulah yang dipelajari bangsa Israel. Mereka pikir mereka tahu jalan keluarnya. Namun penolakan mereka yang keras kepala untuk mendengarkan membuat mereka mengitari gurun pasir selama 40 TAHUN . Selama 40 tahun itulah mereka belajar cara mendengarkan. Bagaimana BERGANTUNG pada Tuhan yang mengetahui jalannya.

Mendengarkan harus dipupuk. Itu adalah DISIPLIN. Untuk benar-benar mendengarkan, itu sulit. Hal ini mengharuskan kita untuk memperlambat kecepatan berjalan. Itu membuat kita mengesampingkan apa yang kita lakukan. Ini memaksa kita untuk MEMBAYAR HARGA – PERHATIAN YANG MENDALAM. Dalam hal ini, mendengarkan adalah SPIRITUAL. Itu sebabnya sulit bagi kita untuk mendengarkan. Terlalu melelahkan untuk melakukannya dengan baik. Kita mendapati diri kita terlalu SIBUK dan TERPECAH dalam kehidupan sehari-hari. Namun selama kita mempunyai keinginan dalam diri kita, kita dapat memupuk pendengaran kita. Bolehkah saya ‘berpuasa’ HP (handphone) satu hari untuk mendengarkan TUHAN. Ternyata lebih asyik berinteraksi dengan HP (medsos) dari pada membaca Alkitab 5-7 pasal satu hari.

Saat kita mendengarkan, kita TERBUKA. Kita mengambil langkah ke dunia yang tidak diketahui. Dalam ketidakpastian, kita menunggu Tuhan BERBICARA ke dalam hidup kita. Melalui DOA, kita mendengarkan. Melalui KHOTBAH, kita mendengarkan. Melalui pembacaan Alkitab kita mendengar TUHAN. Dengan mendengarkan muncullah penemuan dan realisasi BARU. Semua hal ini membentuk cara kita memahami kehidupan kita. Tuhan berbicara untuk MENGARAHKAN langkah kita.

Alam liar adalah tempat kita mencari Tuhan. Mencari Tuhan menuntun pada mendengarkan Tuhan. Itulah yang Yesus lakukan setiap pagi. Walaupun sulit untuk mendengar melalui semua kebisingan dan gangguan, Tuhan selalu berbicara ke dalam hidup kita. Tuhan ingin memimpin dan membimbing kita ke jalan yang benar. Betapapun keras kepala kita, Tuhan tetap memilih untuk berbicara kepada kita.

Betapapun tersesatnya perasaan kita, janganlah kita takut. Janganlah kita termakan oleh ketakutan dan kekhawatiran kita. Sebaliknya, marilah kita mencari Tuhan dan mendengarkan. Tuhan telah menuntun memimpin kita ke tempat yang harus kita tuju. Tuhan memberi kita Roh-Nya di dalam hati kita. Roh adalah Kompas Batin kita. Melalui Roh, TUHAN menyatakan kehendak-Nya kepada kita. Tuhan berbicara kepada kita seperti DIA berbicara kepada Musa— seperti seorang teman. Itulah yang Yesus ajarkan kepada kita (bdk Yohanes 15:15).

Kemurahan Tuhan yang melembutkan kita dari keras kepala. Ketika kita mengalami uluran tangan Tuhan di setiap langkah, kita akan belajar untuk semakin bergantung pada belas kasihan-Nya. Kita akan mampu menavigasi melalui hutan belantara apa pun dalam hidup kita.