Renungan 1 Korintus 11:1-16

a. Tudung kepala Wanita

Mengapa Paulus menganjurkan jemaat “Korintus”, perempuannya berambut panjang dan memakai kerudung? Konteks dekat yang mengapit adalah soal perjamuan kudus dan penggunaan karunia yang membingungkan, ditambah lagi dengan “kebebasan”. Ada kecenderungan “terpecahnya” jemaat di Korintus karena soal-soal “kebiasaan” yang tak dapat diselesaikan dengan baik. Dipermasalahkan siapa Pelayan yang sah dan mempersoalkan pakaian Liturgis yang sebenarnya bukan masalah yang penting dalam ibadah. Padahal ditekankan bahwa dalam ibadah yang terpenting adalah dalam roh dan kebenaran, bukan masalah-masalah lahiriah. Paulus memberikan nasehat yang dikaitkan dengan kulturitas budaya setempat.

Di jemaat Korintus muncul sikap acuh-tak-acuh terhadap hal-hal fisik dan kelakukan yang baik. Maka Paulus mendorong agar menghargai perbedaan gender. Komentar mengenai pakaian ibadah berlatar belakang pada pandangan gender. Kegagalan menghargai hikmat praktek kebiasaaan umum mengenai pakaian bisa membawa kepada pelecehan yang lebih serius terhadap kewibawaan dan kebebasan Kristen termasuk dalam pertemuan liturgi untuk beribadah. Paulus menganjurkan kepada laki-laki dan perempuan berpakaian layak dalam perayaan liturgi agar dapat mempersembahkan kurban.

Penutup kepala wanita terbuat dari kain. Suatu ketentuan adat/budaya yang berlaku pada masa itu. Perempuan yang tidak menggunakan kain penutup kepala (kerudung) disamakan dengan perempuan yang dicukur rambutnya (khas kaum lesbian kala itu, ayat 5), dan itu adalah penghinaan kodratnya sebagai perempuan. Paulus menghargai jemaat yang berpedoman pada tradisi kendati kewibawaan Kristen tidak terletak pada pakaian, tetapi terjadi pelanggaran dalam perjamuan Tuhan (ibadah) (ay 17). Pada ayat 11-12 seolah-olah ditekankan perempuan harus memakai kain penutup kepala, pandangan ini didukung oleh pemikiran akal sehat waktu itu bahwa sebaiknya ada perbedaan cara berpakaian antara laki-laki dan perempuan. Ini penting pada masa itu sebab umat Kristus harus berbeda penampilannya dengan orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Jemaat harus berpakaian yang sopan. Mengapa memanjangkan rambut dan menutup kepala dengan kerudung dalam ibadah-ibadah, sebagai “tanda” kewibawaan Tuhan? Sebab, latar-belakang budaya saat itu, apabila seorang perempuan tidak menggunakan tutup kepala, artinya ia adalah seorang perempuan yang “tersedia bagi siapapun”, dan perempuan yang memotong rambutnya itu identik dengan kaum lesbian. Jadi jemaah perempuan harus memanjangkan rambutnya dan berpakaian layak dengan kain penutup kepala sebagai tanda bahwa perempuan itu adalah perempuan baik-baik, agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Unsur sandungan itu harus dihindari, sebab perempuan memainkan peranan besar dalam ibadah-ibadah kafir. Kesaksian umat Kristus juga harus diungkapkan secara lahiriah meskipun ibadah kita menekankan ibadah dalam roh dan kebenaran. Jadi penampilan lahiriah murid perlu berpenampilan yang mencerminkan wibawa Kristus.

b. Laki-laki berambut pendek (ay 14)

Pada era Paulus, berambut gondrong sebagai penanda penganut kafir. Demikian latar belakang larangan Paulus, agar Kristen Korintus memendekkan rambutnya yang tentu berbeda dengan konteks orang di PL. Tradisi-tradisi tertentu yang diterapkan di kalangan Kristen ketika beribadah, sebagai tanda kesopanan, atau tanda penundukan diri bukan kewajiban.

TRADISI YANG MENYATAKAN KELAZIMAN BERPAKAIAN (ay 14). Tradisi dan bukan TUHAN yang mengajarkan bahwa berambut panjang itu “kehinaan”, harafiah “tidak hormat”. Tradisi menghendaki agar ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Anjuran dalam 1 Korintus 11 adalah sebagai nasehat, bagaimana tingkah-laku pengikut Kristus yang mencerminkan “kewibawan” yang terkait dengan budaya setempat masa itu. Tuhan tidak membenci pria berambut panjang, tetapi masalah rambut harus disesuaikan dengan konteks budaya setempat, dan sebagainya.

Renungan disampaikan oleh Ev. Tonny Mulia Hutabarat