Lukas 23 : 32 – 34

32  Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk dihukum mati bersama-sama dengan Dia.

33  Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya.

34  Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya.

Setiap orang yang menjalani hukuman salib, pasti akan merasakan kesakitan fisik yang luar biasa ditambah dengan tekanan mental yang mereka terima dari masyarakat ataupun para prajurit yang mengeksskusi mereka, ini akan memunculkan luapan emosi, biasanya kata-kata umpatan, ungkapan kebencian dan kutukan-kutukan yang mereka ucapkan kepada orang yang menyalibkan mereka atau siapapun yang mereka temui sedang menghukum mereka.  Namun hal ini tidak kita temui pada Tuhan Yesus Kristus, apakah ini berarti yang dialami-Nya lebih ringan?  Tentu tidak!  Tuhan Yesus jauh lebih menderita dibandingkan semua orang yang pernah disalibkan, karena Dia tidak seharusnya menerima hukuman tersebut, Dia tidak bersalah dan terlebih lagi semua dosa umat manusia ditimpakan kepada Dia untuk ditanggung-Nya.

Kualitas karakter Pribadi-Nya nampak di saat-saat krisis seperti itu.  Dia tidak mengumpat, tidak membenci, tidak mengutuk, namun ada 7 kalimat yang kita kenal sebagai 7 Perkataan Salib, mendatangkan berkat bagi manusia yang datang kepada Salib Kristus, kalimat pertama diucapkannya penuh kasih, kalimat-kalimat yang penuh pengampunan.  Semua ini dapat terjadi karena Dia adalah Sang Firman Allah yang sejati yang menjelma menjadi manusia untuk menyampaikan firman Allah secara langsung, setiap kalimatnya penuh makna dan bernilai karena merupakan firman Allah itu sendiri, dan meskipun dalam situasi yang genting, tetap menjadi nyata bahwa kalimat-Nya penuh kasih.

Kualitas Pribadi seperti ini hanya dapat diperoleh seseorang yang memiliki relasi yang benar dengan Allah sebagai Sang Bapa, Kristus telah berhasil menunjukkannya kepada kita bagaimana seharusnya kitapun hidup sebagai anak Tuhan.  Relasi yang benar dengan Allah Bapa membuat kita tidak bergantung pada apapun dan situasi apapun yang sedang menimpa kita, hanya Tuhan yang menjadi sandaran hidup kita.  Permohonan pengampunan yang Tuhan Yesus sampaikan melalui doa-Nya sama sekali bukan menunjukkan ketidakmampuan untuk mengampuni secara langsung, namun apa yang dilakukan oleh-Nya di kayu salib ini lebih menunjukkan peran-Nya sebagai Sang Imam Besar yang Maha Agung, yang menyampaikan kurban untuk pengampunan dosa dengan darah-Nya sendiri.  Namun yang paling luar biasa yaitu bahwa doa pengampunan ini dimohonkan bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya termasuk kita yang adalah orang-orang yang menyebabkan DIA disalibkan.

Untuk meresponi anugerah Tuhan yang sedemikian terhadap kita, marilah kita senantiasa merendahkan diri di hadapan Tuhan, mengakui keterbatasan kita dalam memiliki kemampuan akan pemahaman dalam kebenaran.  Dan tidak berhenti di situ, kita harus memiliki hati yang terbuka untuk mengaku segala dosa kita, berjuang dalam pertobatan yang benar yaitu dengan memohon ampun atas dosa-dosa kita dan juga berjuang untuk meninggalkan segala dosa tersebut.  Sehingga relasi kita dengan Allah Bapa kita tetap terjaga dengan baik dan hal ini mendukung kita untuk memiliki relasi yang benar dengan sesama manusia.  Amin.

Ev. Franky Oktavianus Nugroho
9 Maret 2021