Bacaan: 1 Samuel 7:4-11

Doa adalah penyerahan diri kepada Tuhan agar hidup kita menjadi serupa dengan-Nya dalam hal sifat dan karakter-Nya. Sebab kita diciptakan segambar dan serupa dengan Dia (Kej 1:26). Blueprint orang percaya adalah DIA. Maka dengan rasa cemburu yang panas DIA akan terus mengejar umat-Nya untuk berbalik kepada-Nya.

Sebagai umat-Nya yang berpadu gambar-Nya maka doa bukan untuk memaksakan kehendak kita agar permintaan kita dijawab-Nya, namun agar kita merendahkan diri dihadapan-Nya dan menjadikan Tuhan sebagai Tuhan satu-satunya dalam hidup kita. Seorang pendoa sejati tidak akan membiarkan dirinya memiliki berhala-berhala. Dia hanya menjadikan Tuhan Yesus satu-satunya RAJA di dalam hidupya. Khotbah Samuel sangat mengena di hati mereka sehingga mereka membuang semua berhala-berhala. Pertobatan massal terjadi. Baal dan Asytoret adalah penghalang kemuliaan Tuhan berkerja dalam hidup. Asytoret adalah penyembahan kepada roh-roh perempuan yang diwujudkan di patung dewi seksual yang dipercayai memberikan keturunan. Pasangannya adalah Baal dalam bentuk patung laki-laki. Lazim dalam penyembahan ini mereka akan melakukan bakti lacur dengan sesama sebagai rutinitas sakralnya ibadah. Samuel tahu bahwa ritual ini sangat menggoda kaum muda Israel. Maka ia harus memberantasnya. Perang dengan Filistian ini bertujuan menghancurkan bukit-bukit pengorbanan tersebut.

Doa yang sejati adalah bentuk kebangunan iman, komitmen rohani, menghancurkan berhala-berhala modern, meletakkan semua tempat kebergantungan hidup. Doa yang benar adalah KEMBALI KEPADA TUHAN. SPIRITUALITAS DOA ADALAH MENGEMBALIKAN SELURUH NAFAS DAN JIWA KITA KEPADA TUHAN. Kata yang dipakai di LAI untuk menunjukkan kebangunan rohani (reformasi) Israel adalah menjauhkan berhala-berhala. Kata menjauhkan dalam Ibrani adalah rus artinya melenyapkan, menghancurkan, menyingkirkan, meninggalkan, membersihkan, membuat tidak ada lagi, melemparkan sejauh-jauhnya sehingga tidak muncul kembali. Segala bentuk berhala tidak terlihat dalam perjalanan spiritual kita.

Doa yang paling mujarab dan saleh pun tidak dalam rangka mengubah kehendak Tuhan tetapi justru akan mengubah kehendak pendoa seturut kehendak Tuhan. Hidup kita harus sepola keinginan Tuhan. Masa kini (2021) perlu reformasi doa yaitu pendoa yang diubahkan Tuhan. Pada masa kini banyak orang memperalat doa agar kehendaknya yang terjadi. Saya memakai bahasa sarkasme: “banyak orang masa kini menyogok Tuhan dengan doa agar keinginannya harus dipenuhi”. Modus seperti ini sangat tidak terhormat di altar doa. Sakralitas doa sudah ditindas. Seharusnya doa-doa dipanjatkan agar kita mengalami kebangunan rohani. Bangkit dari kematian rohani.

Doa adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan tanpa mengandalkan kekuatan diri untuk menghadapai segala tantangan. Serangan militer Filistin mestinya dihadapi dengan kekuatan militer, pasukan, senjata, gada dll. Sambil berdoa mereka patah hati, emosi mereka menjadi layu, lutut mereka gemetar. Di depan mata Filistin sudah siap menyerbu. Senjata mereka hanya doa (Tuhan). Dalam konteks pasal tujuh ini, Samuel membawa doa dan persembahan kepada TUHAN. Bagi orang modern, tindakan ini mungkin dianggap tidak masuk akal, bodoh dan konyol.

Doa adalah kepasrahan total di tengah situasi gawat darurat. Di tengah ancaman Filistin, Samuel dan Israel hanya berseru (berteriak) kepada TUHAN. Keadaan sangat genting, menakutkan, mencekam namun di saat itulah Samuel dengan tenang mempersiapkan korban bakaran dan berbicara kepada Tuhan.

Di saat deru pasukan militer Filistin mulai terdengar, di sanalah doa-doa dinaikkan. Mereka tidak meminta kemenangan, tetapi mereka menaikkan pengakuan dosa. Penyesalan salah ini lebih disukai Tuhan.

Frasa “kami telah hata’ (dosa) kepada Tuhan dan Samuel menghukum bangsa itu” (ayat 6). Dosa dan hukum harus berjalan bersamaan. Dosa tidak boleh dibiarkan. Pembiaran dosa adalah kejahatan. Menghukum tanpa ada dosa juga salah. Kasih dan Keadilan harus berjalan bersamaan. Setelah bangsa itu mengaku dosa, Samuel langsung menghukum mereka. Tidak disebutkan cara, jenis dan bentuk hukuman yang diberikan. Bila Samuel taat pada Taurat maka ia pasti memberikan hukum yang adil, benar dan penuh kasih secara seimbang kepada orang Israel. Reformasi yang benar adalah mengakui dosa dan menerima disiplin dari Tuhan. Kesalahan diampuni namun untuk efek jera harus disiplin dengan baik dan tepat.

Doa yang sejati membiarkan Tuhan melakukan peperangan bagi musuh kita. Bukan kita yang bertindak mengalahkan musuh. Samuel hanya mengarahkan hatinya kepada TUHAN. Menyembah-Nya, Memuja-Nya, Meninggikan-Nya. Tuhan mengguntur hebat di atas musuh sehingga mereka terpukul kalah oleh Israel. Anugerah keselamatan diwujudkan dengan kerja nyata Israel untuk mengalahkan Filistin (kejahatan). Israel mengejar dan memukul mundur musuh karena Tuhan terlebih dahulu menaklukkannya. Kita merasakan kemenangan itu dengan diiukutsertakanNya kita menghadapi perang yang sesungguhnya.

Di dalam gereja, Tuhan sebenarnya yang punya agenda, rencana namun Ia melibatkan kita untuk merasakan anugerah-Nya, kuasa-Nya, dan kehadiran-Nya di dalam segala jerih lelah pelayanan kita. Kemurahan hati Tuhan yang membiarkan kita leluasa mengurus dan menatalayani gereja-Nya agar hati kita merasakan kebangunan rohani yang dikerjakanNya di diri kita masing-masing.

Ev. Tonny Mulia Hutabarat
13 Desember 2021