1 Samuel 2: 11-26

Hofni dan Pinehas gagal sebagai imam. Semakin bertambah hari, mereka tidak berubah. Mereka tidak bertumbuh dalam hal yang baik. Justru mereka bertumbuh dan berbuah dalam kejahatan. Kesaksian yang buruk ini dibukakan oleh penulis Kitab Samuel yang bertujuan untuk suatu pengajaran moral etika religious. Pesan penting dibalik kesaksian buruk ini agar pembaca mengambil hikmah yaitu pelayan Tuhan mestinya hidup benar sebagai pelayan. Tujuan yang kedua agar orang tua intens mendidik iman/rohani anak sejak dini agar tidak mendatangkan petakanya baginya.

Sorotan kita pada ayat 22-24, bahwa nasehat Eli tidak didengar oleh kedua anaknya. Kedua anaknya hidup dalam perjinahan. Perbuatannya sangat “kurang ajar” karena dilakukan di pintu kemah pertemuan. Bait Suci dikotori.

Moralitas buruk dan jahat yaitu mereka membeli wanita-wanita untuk ditiduri (melakukan hubungan seksual) (literal Ibraninya: dengan perempuan (jamak) yang diupah (ay 22) di pelataran suci tepatnya di pintu penunggu (barangkali ada kamar/ruangan tertutup).

Elia tahu dan mendengar informasi ini namun tak berdaya mengontrol perilaku anaknya. Tampaknya Eli memanjakan anaknya sejak kecil, sehingga setelah menginjak dewasa mereka menjadi liar. Ketika di nasehati oleh Imam Eli, anak-anaknya tidak menyediakan telinga. Mereka membulatkan tekad untuk tidak bertobat. Betapa malangnya nasib mereka, karena dari mulut ayahnya sendiri keluar nubuat penghakiman dan rencana pembunuhan Tuhan atas mereka (ay 25).

Ev. Tonny Mulia Hutabarat
25 Oktober 2021