WEWENANG RAJA … Ulangan 17:14-20

LD Tonny Mulia Hutabarat
Kamis, 31 Januari 2024

WEWENANG RAJA … Ulangan 17:14-20

Masyarakat dan institusi tidak boleh bertentangan dengan otoritas hukum yang sah, penguasa juga tidak boleh menggunakan otoritas mereka secara tidak sah. Musa secara khusus membahas tentang “kuasa” seorang raja.

Ada pembatasan kepemilikan kuda, istri, harta emas dan perak. Ia harus taat hukum (ay 16-19). Dalam teks ini kita melihat dua pembatasan dalam penggunaan otoritas—mereka yang memiliki otoritas tidak berada di atas hukum namun harus menaati dan menjunjungnya, dan mereka yang memiliki otoritas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaannya dengan memperkaya diri mereka sendiri.

Perintah Musa kepada raja-raja bukanlah untuk memastikan mendapatkan izin hukum atas tindakan berlebihan mereka, namun untuk menghindari tindakan berlebihan (di luar batas). Ketika mereka yang berkuasa menggunakan wewenang mereka tidak hanya untuk mendapatkan hak istimewa tetapi juga untuk menciptakan monopoli bagi kroni-kroni mereka, untuk mengambil alih tanah dan aset yang luas, dan untuk memenjarakan, menyiksa, atau membunuh lawan, maka pertaruhannya menjadi sangat mematikan. Tidak ada perbedaan antara penyalahgunaan kekuasaan kecil-kecilan dan penindasan totaliter.

Semakin banyak otoritas yang dimiliki seseorang, semakin besar godaan untuk bertindak (berada) di atas (melebihi) hukum. Musa meresepkan penawarnya. Raja harus membaca hukum (atau firman) Tuhan setiap hari sepanjang hidupnya. Dia tidak hanya harus membacanya, tetapi dia harus mengembangkan keterampilan untuk menafsirkan dan menerapkannya dengan benar dan adil. Ia harus mengembangkan kebiasaan menaati firman Tuhan, menerapkannya dalam pekerjaannya, “dengan tekun menaati seluruh perkataan hukum ini” (Ul. 17:19). Dengan ini raja belajar menghormati Tuhan dan memenuhi tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepadanya. Dia diingatkan bahwa dia juga berada di bawah otoritas. Tuhan tidak memberinya hak istimewa untuk membuat hukum bagi dirinya sendiri, namun kewajiban untuk memenuhi hukum Tuhan demi kepentingan semua orang.

Hanya melalui seni penerapan Firman Tuhan yang terus-menerus, tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan dari firman Tuhan, kita dapat menjinakkan dorongan untuk menyalahgunakan otoritas. Hasilnya adalah pemimpin melayani masyarakat (Ul. 17:20), bukan sebaliknya.

Fungsi gereja dalah membina kader-kader politik (petugas partai) agar hidupnya sesuai dengan Firman Tuhan dan agar dapat melayani masyarakat dengan baik dan benar.