Walau Hancur Namun Tetap Berdiam Diri Hadapan Tuhan

Ayub 2:1-10

1 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datang juga Iblis untuk menghadap TUHAN.

2 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: “Dari mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.”

3 Firman TUHAN kepada Iblis: “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ia tetap tekun dalam kesalehannya, meskipun engkau telah membujuk Aku melawan dia untuk mencelakakannya tanpa alasan.”

Teks 2:1-3 hampir mengulang pernyataan kalimat dalam pasal 1: 6 – 8 dengan tambahan kalimat dari Tuhan “engkau membujuk AKU melawan dia untuk mencelakakan tanpa alasan”. Kesombogan Iblis yang ingin mempengarui Yang Mahakuasa.

Pada teks Alkitab berbahasa Ibrani pada ayat satu termaktub jelas bahwa anak-anak Allah dan Iblis datang menghadap Tuhan untuk yang kedua kalinya.

Untuk kedua kalinya menghancurkan manusia tanpa alasan, suatu kualitas kejahatan iblisi. Kedatangan mereka kedua kali sungguh ganas. Kedatangan pertama di 1:6-8 sudah menghancurkan harta, ternak dan anak Ayub. Sekarang Iblis akan menghancurkan Ayub. Alkitab jelas menyatakan bahwa Iblis hanya merencanakan kehancuran manusia dari awal sampai akhir. Kita/saya harus waspada dalam doa.

4 Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: “Kulit ganti kulit! Orang akan memberikan segala yang dipunyainya ganti nyawanya.

5 Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah tulang dan dagingnya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu.”

6 Maka firman TUHAN kepada Iblis: “Nah, ia dalam kuasamu; hanya sayangkan nyawanya.”

Di dalam kemahakuasaan Tuhan yang tak tertandingi penuh misterius, Tuhan memberikan ijin kepada Iblis untuk meremukkan Ayub kecuali nyawanya. Terlihat jelas ada batas ilahi yang tak dapat dilewati Iblis. Satan tak sewenang2 merusak manusia. Ia harus menghormati keputusan Tuhan. Nyawa manusia (Ayub) ada dalam genggaman tangan Tuhan, bukan Iblis.

7 Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya.

8 Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.

Iblis menunjukkan kesaktiannya dengan menimpa Ayub dengan semacam cacar busuk di seluruh tubuhnya. Iblis membuat rasa jijik atas Ayub. Penyakit ini dalam konteks Keyahudian tidak akan diijinkan oleh imam untuk datang ke bait suci untuk beribadah. Iblis ingin menjauhkan manusia dari Tuhan. Namun hal ini pun tak akan berhasil.

Sekalipun tinggal kulit yang hancur dan tulang, ia menggaruk seluruh tubuhnya di tengah abu. Perhatikan kalimat: “duduk di dalam abu”. Frasa tersebut adalah tindakan rohani seseorang yang mengalami penderitaan yang bukan sekedar duduk di atas abu, tetapi sedang berdoa dan berdiam diri di hadapan Tuhan, menunggu2 Tuhan berbicara dan menyampaikan pesannya atas segala maksud penderitaannya. Sekalipun hancur lebur fisiknya, rohaninya tetap tegak di hadapan Tuhan. Hal inilah yang membuat Iblis penasaran. Tuhan sudah berkata “perhatikan hambaKu Ayub yang takut dan menjauhi kejahatan”. Pada saat “gatal yang luar biasa dan berbau busuk” Ayub tetap setia menyembah Tuhan. Ia tidak takluk pada Iblis dan dosa (mengutuk Tuhan).

9 Maka berkatalah isterinya kepadanya: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!”

Ledekan istri Ayub yang tidak mengerti rencana Tuhan, dan sangat alamiah (dengan kemarahan) untuk menganjurkan Ayub menista, menghina dan mengutuk Tuhan yang telah mengijinkan Iblis memberikan penyakit. Bisikan indoktrinasi Iblis berhasil menyusup di mulut istrinya agar Ayub “bunuh diri” (matilah). Kelemahan istrinya dipakai Iblis untuk mencabut nyawa Ayub. Namun doa di atas abu memberikan jawaban surgawi kepada istri:

10 Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.

Ayub yang masih tersiksa gatal dan penyakit jahanam (bau busuk) dari Iblis dapat mengeluarkan kalimat agung: “iman yang benar harus dapat menerima segala keadaan yang baik dan yang sangat buruk yang sudah ditentukan TUHAN”. Duduk berdoa di atas abu (Tuhan) mendapat peneguhan yang luar biasa di tengah penyakit yang mematikan. Ayub bertahan hidup karena bersekutu dengan Tuhan (berdoa, berdiam diri) di atas abu.

Narator kitab Ayub ini menambahkan keindahan karakter Ayub dengan menyatakan: “Ayub tidak berdosa dalam perkataannya”. Biasa orang yang mengalami penyakit seperti yang dialami Ayub akan mengeluh, protes, menuduh, mempertanyakan penuh curiga atas karya Tuhan pada dirinya. Minimal ia akan menunut balas jasa kerohaniannya. atau karena kecewa ia akan seperti anjuran istri Ayub mengutuki Tuhan. Ayub suci menjalani penderitaannya.

Tuhan! jadikan aku orang yang tahan, kuat, teguh dalam iman ketika menghadapi “penderitaan”. Biarkan aku berdiam diri menanti Tuhan berbicara menyampaikan maksudMu ketika aku berada dalam suatu keluhan tak terperi. Tuhan! biarlah melalui doa-doaku aku memperoleh pesan2mu untuk kehidupanku.

Salam berdiam diri di hadapan Tuhan
With Love Jesus Christ
29 Januari 2021
@TMH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *