Kasih dan Keadilan
Hakim 8:13-17
Gideon dan pasukannaya sudah menghancurkan Midian-Amalek (15.000 orang). Gideon menangkap Zebah dan Salmuna. Ia akan dijadikan bukti ke Sukot dan Pnuel.
Gideon kembali ke daerah Sukot dan menangkap (mengambil paksa, menciduk) 70 orang pemuka yang telah menghinaNya, kemudian menggaruknya (menghajar dengan tangannya) memakai duri padang gurun dan onak.
Layakkah Gideon menghajar orang Sukot karena tidak mendapatkan roti karena mereka kelaparan (kelelahan). Apakah Gideon memiliki dendam kesumat? Apakah Gideon tidak memiliki kasih (keramahan) malah melampiaskan kemarahannya?
Mungkin dari sudut pandang (perspektif) orang Kristen masa kini, akan menilai Gideon seorang pemarah yang penuh balas dendam. Benarkah dia pendendam?
Perhatikan kata “mencela aku” di ayat 15, sebagai sumber atau alasan kuat bagi Gideon untuk “menghajar” orang Sukot. Kata “mencela” Gideon sebenarnya sasarannya adalah mencela/menghina TUHAN. Kata mencela, mengejek, mencemooh berkonotasi (assosiasi) menghina Tuhan. Gideon mengejar tentara dan raja Midian bukan antusias inisiatifnya (rencana) tetapi atas perintah Tuhan. Rencana Tuhan untuk menangkap Midian dihalangi, dihina dengan tidak memberi roti kepada pasukan Midian. Mereka tidak berpihak (setengah) kepada rencana Tuhan. Gideon ingin segera menangkap Midian (musuh Tuhan) tetapi orang Sukot membiarkan mereka lolos dengan cara tidak memberikan roti (energi untuk mengejar musuh). Orang Sukot sengaja melemahkan Gideon dan pasukannya. Mereka tidak mendukung pelayanan Tuhan.
Gideon dan pasukannya memohon kasih kepada orang Sukot atas sepotong roti karena mereka lapar namun mereka dibalas dengan menghina Tuhan. Mereka (tua2 Sukot) berpikir bahwa Gideon tak sanggup mengejarnya karena mereka lemah. Mereka meminta bukti nyata kekuatan Tuhan dengan kemampuannya menangkap dua raja. Jadi mereka sangat meremehkan kuasa Tuhan yang “membungkus” Gideon pada waktu itu. Maka Gideon berjanji akan menghajar mereka yang telah menghina kuasa Tuhan yang bekerja melalui dirinya. Ya, orang Sukot tidak dapat mengasihi Tuhan dalam wujud nyata untuk memberikan kasih kepada tentara yang kelaparan. Orang yang mencela Tuhan akan kembali dihina (digaruk dengan onak duri). Orang-orang Sukot menempatkan diri menjadi musuh Tuhan, maka mereka pun harus dihukum keras seperti Midian-Amalek. Bila bekas onak dan duri itu menjadi nanah dan tetanus, maka mereka akan mati dengan sendirinya.
Bagimana dengan orang Pnuel? Orang Pnuel sangat sombong dengan kekuatan menara jaga kota. Mereka merasa aman sehingga tidak memerlukan kepemimpinan Gideon (Tuhan). Mereka pun tidak mendukung rencana Tuhan untuk melenyapkan musuh. Orang Sukot hanya digaruk penggungnya dengan onak duri karena tidak ramah kepada tamu Tuhan, tetapi orang-orang Pnuel dibunuh?
Mengapa ada perbedaan? Dosa orang Pnuel lebih berat, selain tidak memberikan roti mereka adalah penyembah2 berhala di sekitar menara kota. Mereka lebih yakin akan “diberkati” oleh Dewa Baal, mereka tidak mau menggabungkan diiri kepada Tuhannya Gideon. Mereka lebih cinta dan mengasihi Baal. Hukum Taurat menetapkan bahwa penyembahan Baal (roh2 jahat, Iblis) harus dihukum mati.
Gideon bukan pendendam, namun ia sedang melaksanakan perintah Tuhan sebagai hakim. Ia pelaksana kasih dan keadilan Tuhan.
Gideon menyarankan agar anak2 Tuhan semangat pendukung pekerjaan Tuhan dengan tulus ikhlas (kasih) dan menolak segala penyembahan berhala.
Salam mewujudkan kasih dan keadilan.
Ev. Tonny Mulia Hutabarat
29 Januari 2021