Renungan 26 Februari 2021

Persembahan Yang Berkenaan

Bacaan: Hakim 11: 29 – 40

Persembahan yang hidup (bukan yang mati) kepada Tuhan. Bayangkanlah anda memiliki hanya satu putri tunggal yang sangat ayu. Apakah di dalam kesucian dan kesalahen imanmu, apakah demi membela agamamu, engkau rela mempersembahkan anak perempuanmu sebagai korban bakaran? Apakah Tuhan akan menerimanya sementara dalam TauratNya, hal itu adalah kekejian? Abraham pergi ke gunung Muria mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran, namun segera menggantinya dengan anak domba yang disiapkan di semak terdekat.

Yefta diperkenalkan dalam pasal 11 sebagai pahlawan gagah, namun penulis kitab Hakim juga memperkenalkan tentang imannya, tentang kepercayaannya kepada Tuhan (ay 1, 11). Dia dibungkus dan dikendalikan oleh Roh Tuhan. Ia memiliki pengetahuan sejarah keselamatan Israel sejak keluar dari Mesir sampai pendudukan tanah Kanaan (ay 14-27). Anak “pelacur” ini mempelajari Teologi Taurat Musa. Ia yakin bahwa pendudukan tanah Kanaan adalah rencana mutlak dari Tuhan. Ia sadar bahwa kemenangan Israel merebut tanah perjanjian adalah karena perbuatan ajaib Tangan Tuhan (ay 21, 24, 27), semata-mata karena Roh Tuhan yang menyetir dirinya (ay 29), sehingga ia mampu menaklukkan Amon (ayat 32).

Penulis Kitab Ibrani (PB) mengukir sejarah iman Yefta: Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta , Daud dan Samuel dan para nabi, (Ibrani 11:32). Yefta digolongkan dalam rangkaian tokoh-tokoh beriman raksasa. Reputasi imannya diingat sampai masa perjanjian baru.

Bila ia dicatat sebagai orang beriman , mungkinkah ia mempersembahkan anak perempuannya sebagai korban bakaran seperti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa kafir di sekitar daerahnya?

Dalam bahasa Ibrani kuno menerjemahkan nazar bukan dengan mengaitkannya dengan satu objek, tetapi dua bagian yang berbeda.

Nazar Yefta kepada TUHAN adalah hak penuh Yefta melakukannya. Nazar seperti itu disebutkan dan diatur dalam Hukum Taurat apa saja yang harus dilakukan dalam kasus-kasus tertentu (Imamat 27; ayat 1-8 menjelaskan tentang sumpah yang berkaitan dengan “orang,” dan ayat 9-13 yang berkaitan dengan “hewan” dan ayat 14-15 berkaitan dengan “rumah”). Nazar Yefta terdiri dari dua bagian; yang satu merupakan alternatif dari yang lain. Ia akan mendedikasikan sesuatu itu kepada Tuhan (menurut Imamat 27) atau bila tidak, ia akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.

Perlu diperhatikan dalam tenses bahasa Ibrani bahwa ketika ia mengatakan “apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku,” kata “apa” adalah sebuah bentuk maskulin tertentu.

Literal bahasa Ibrani di ayat 31: dan dia (laki-laki) yang akan menjadi (melakukan) keluar . Ditambah lagi dia itu laki-laki (sang maskulin) keluar menyandang ada awalan penentu. Jadi yang ingin dipersembahkan Yefta adalah seseorang atau sesuatu (benda) yang berjenis kelamin laki-laki, namun yang keluar dari pintu rumahnya adalah anak perempuannya (feminim).

Seorang fiminim (anak perempuannya) keluar dari rumahnya, oleh karenanya, apa yang keluar dari rumahnya itu tidaklah dengan secara tepat termasuk dalam lingkup nazarnya apabila menurutkan arti harfiah dari kata-kata dalam nazarnya itu.

Prinsip Taurat sangat super ketat dan tidak legal bila mempersembahkan manusia sebagai korban bakaran. Perbuatan tersebut sangat menjijikkan bagi TUHAN. Persembahan korban bakaran berupa manusia umumnya dilakukan oleh bangsa-bangsa penyembah berhala pada zaman itu, dan perlu dicatat bahwa persembahan korban bakaran berupa manusia adalah sesuatu yang tidak dilakukan di antara bangsa Israel.

Dicatat bahwa Yefta “melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu” jadi gadis itu tidak pernah kenal laki-laki” (Ayat 39). Apakah kaitannya ini dengan korban bakaran? Kaitannya adalah dengan bagian pertama dari nazarnya, yaitu mendedikasikan anaknya kepada Tuhan. Nazar Yefta tidak ada kaitannya dengan kematian yang dipersembahkan, tetapi berkaitan dengan kehidupan yang didedikasikan. Anak perempuan itu didedikasikan untuk hidup berselibat seumur hidupnya.

Jadi Tuhan menolak permintaan nazar Yefta untuk mempersembahkan anak perempuannya dalam korban bakaran (menghanguskan). Mengapa ia menazarkan anak lelaki, padahal ia hanya memiliki satu anak tunggal perempuan (feminim). Mungkin budak laki2nya yang akan dipersembahkannya (tetapi hal ini pun tidak layak dilakukan oleh seorang yang beriman). Atau Yefta berharap yang keluar adalah hewan peliharaannya yang berkelamin jantan (korban binatang jantan lumrah dipersembahkan menurut hukum Taurat)

Anak perempuan Yefta menenangkan hati Yefta untuk pergi selama dua bulan dengan teman-temannya untuk merayakan keperawanan abadinya. Anak putrinya memiliki siasat yaitu menangisi (kata kerja piel: merayakan/meyanyikan) kegadisannya (keperawanannnya) di pegunungan (ay 38). Selama dua bulan ia berkonsultasi dengan Tuhan.

Selama dua bulan di pengembaraan (gunung), anak perempuannya memperoleh pencerahan yaitu tidak akan disentuh laki-laki seumur hidupnya. Ia memiliki kematangan jiwa untuk hidup bagi Tuhan seumur hidupnya tanpa hubungan seks dengan lelaki (maskulin). Keperawanan abadi anak perempuan Yefta dirayakan dengan ratapan (Ibrani: tanah) selama empat hari dalam setahun. Iman Yefta dan putrinya menjadi buah bibir. Mereka dapat mempertahankan kesucian hidup.

Sepanjang masa hidup Yefta, ia tidak memperoleh menantu lelaki, sebab anak perempuanya tidak pernah mengenal (Ibrani: “yada” melakukan hubungan seks) laki-laki (ay 39). Narator memberikan solusi atas peliknya nazar Yefta yang mempersembahkan korban bakaran seorang lelaki dari rumahnya.

Mengapa mereka “meratap” (ayat 40)? Kata yang diterjemahkan “meratapi” (Ibrani: tanah) hanya satu kali lagi muncul di dalam Alkitab bahasa Ibrani, dan kemunculannya justru di Kitab yang sama. Ayatnya terdapat dalam Hakim-hakim 5:11, “di sanalah orang menyanyikan (Ibrani: tanah) perbuatan TUHAN yang adil.” Artinya adalah mempercakapkan (membagikan kesaksian imanya) dengan orang lain dengan menyanyikannya bersama-sama. Setiap tahun, teman-temannya dari anak perempuan Yefta bersama dengannya menyanyikan, mempercakapkan (sharing) kehidupan selibatnya, dan bukan untuk menangisi kematiannya.

Kita dapat melihat dari seluruh isi Kitab Suci, seperti yang tertera dalam Mazmur 106:35-38, Yesaya 57:5, dll, bahwa pengorbanan berupa manusia adalah kejijikan di mata Tuhan; dan karenanya, tidak mungkin Tuhan mau menerima, juga tidak mungkin Yefta akan mempersembahkan darah manusia.

Yefta mempersembahkan seluruh hidup putri tunggalnya hidup-hidup (bukan kematian) kepada Tuhan. Dan putrinya juga dengan sukacita mempersembahkan seluruh hidupnya (meninggalkan kesenangan duniawi (seks)) dengan kekuatan hidupnya kepada Tuhan). Ia tak perlu menikah (kawin) demi hidup bagi Tuhan. Putri Yefta merayakan selibat seumur hidupnya bagi TUHAN. Ia berbahagia dengan kesucian tubuhnya untuk kemuliaan Tuhan.

Di dalam Kristus kita mempersembahkan hidup yang sungguh hidup (bukan kematian). sebagaimana catatan rasul Paulus dalam pasal 12:1 supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup

Tonny Mulia Hutabarat

26 Februari 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *