Renungan 16 Maret 2021

Yohanes 19 : 28 – 29

28  Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia  —  supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci  — : “Aku haus!”

29  Di situ ada suatu bekas penuh anggur asam. Maka mereka mencucukkan bunga karang, yang telah dicelupkan dalam anggur asam, pada sebatang hisop lalu mengunjukkannya ke mulut Yesus.

Dalam ayat 28, sebelum Tuhan Yesus berkata “Aku haus!”, dituliskan di situ bahwa segala sesuatu telah selesai; yang dimaksud adalah bahwa seluruh kehendak Allah dan nubuat yang harus digenapi oleh Tuhan Yesus selama di dunia telah selesai dijalani-Nya sebagaimana yang pernah dikatakan-Nya (Yoh 4 : 34 “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”).  Seluruh rangkaian karya-Nya sebagai Imam Agung telah selesai, kurban telah disampaikan kepada Allah, dosa telah ditanggung-Nya dan sempurna.  Perkataan “Aku haus!” dapat dikatakan sebagai Paradox; karena kita tahu benar bahwa Tuhan Yesus adalah Sumber Air Hidup (Yohanes 4 : 10 – 14 ; 7 : 31 – 39), Dia berjanji memberikan Air Hidup, namun haus.  Karena itu, makna dari perkataan “Aku haus!” adalah sebuah pernyataan tentang apa yang sedang terjadi, bukan sebuah permintaan.  Menyatakan keadaan fisik yang habis-habisan dalam keadaan-Nya sebagai manusia.  Dia haus agar dahaga jiwa kita dipuaskan (Dia menjadi miskin agar kita kaya, Dia mati agar kita hidup).

Dalam keseharian kita, sangat mungkin terjadi kita juga mengalami kehausan, bukan haus secara fisik, lebih parah lagi adalah kehausan secara rohani (kekeringan rohani).  Kegersangan atau kekeringan rohani ini dapat terjadi karena kita mengabaikan persekutuan dengan TUHAN, atau kita sebenarnya rajin dan disiplin dalam Saat Teduh, namun di lain pihak kita masih tinggal dalam dosa.  Kebiasaan dosa yang belum kita selesaikan akan menghambat pertumbuhan iman kita, kita akan merasa kering, merasa jauh dari TUHAN akibat dosa yang masih kita pelihara.  Hal lain yang dapat menjadi penyebab kekeringan rohani adalah bahwa fisik kita terlalu lelah, TUHAN menciptakan tubuh kita secara seimbang karena itu kitapun wajib seimbang juga dalam memakai tubuh kita ini, belum lagi tekanan mental, stres dan berbagai hal yang berkaitan dengan psikis dapat pula menyebabkan kekeringan rohani, karena itu kita harus bergantung pada TUHAN dan senantiasa menyertakan Dia dalam pergumulan kita.

Bagaimana dengan hidup kita masing-masing?  Jika di antara kita masih ada yang sedang merasakan kekeringan rohani, ada baiknya kita segera berdiam diri dan mengkoreksi kembali apa yang menjadi penyebab dari kekeringan rohani ini.  Bagi yang belum dilahirkan kembali, datanglah kepada Tuhan Yesus, Sang Sumber Air Hidup (berbalik kepada Allah), bagi yang masih bergumul dalam kebiasaan dosa, datang pada TUHAN dan membereskan setiap dosa, agar tidak mengganggu relasi kita.  Bagi kita yang sudah lahir baru dan merasa tidak ada kebiasaan dosa yang merintangi, bersyukur kepada-Nya dan mengatur pola hidup yang baik agar dengan tubuh yang sehat dapat mendukung kerohanian yang sehat pula.  Amin.

Ev. Franky Oktavianus Nugroho
16 Maret 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *