LD Tonny Mulia Hutabarat
Rabu, 23 Oktober 2024
Penglihatan Tali Sipat … Amos 7:7-17
Skema parikop singkat ini sebuah penglihatan tali sipat 7-9, sebuah laporan (ayat 10-11), pemberitahuan pengusiran (ayat 12-13), dan pembelaan (ayat 14-15).
Objek yang identifikasi diintefikasi Amos dalam terjemahan bahasa Inggris adalah “plumb line” (garis tegak lurus).
Kata Ibrani “plumb line” adalah ‘anāk ) ada hubungannya dengan “timah,” dan lokasi tempat Tuhan berdiri digambarkan sebagai tembok ‘anāk . Karena tembok dan benda yang dipegang Tuhan memiliki fitur logam yang sama, maka masuk akal untuk menghubungkan keduanya melalui terjemahan “garis tegak lurus”. Dalam sebuah penglihatan di Zakharia 4:10, Zerubabel, gubernur Yerusalem yang ditunjuk oleh orang Persia, digambarkan telah meletakkan fondasi bait suci. Kemudian, pembaca diperingatkan bahwa Zerubabel akan memegang “garis tegak lurus,” yaitu, batu timah ( hā’eben habbedil).
Sementara terjemahan “tali tegak lurus” dalam Amos 7:7 sesuai dengan kegagalan orang Israel untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka, gambaran tali tegak lurus tidak menggambarkan tekad baja Tuhan. ‘anak” memisahkan umat dari Tuhan — secara permanen. Tuhan dengan tegas menyatakan, “Aku tidak akan pernah membiarkan mereka melewatinya lagi” (Amos 7:8). Karena mereka melanggar garis firman Tuhan, maka tak ada lagi permaafan.
Di sini terjemahan bahasa Inggrisnya bisa membingungkan karena komitmen untuk tidak “melewati” bisa diartikan sebagai janji TUHAN untuk memperbaiki kurangnya perhatian kepada orang Israel sebelumnya. Namun, konteks dalam Amos 7:8 (dan 8:2) jelas negatif.
Melewati adalah bentuk dari kata kerja Ibrani ‘ābar . Dalam Mikha 7:18 dan Amsal 19:11, ‘ābar mengacu pada mengampuni, secara harfiah “melewati” pelanggaran orang lain (pāsa’). Versi Jewish Publication Society mengadopsi makna ini ketika menerjemahkan tekad Tuhan dalam Amos 7:8 sebagai “Aku tidak akan mengampuni mereka lagi.” Karena ‘ābar juga digunakan dalam bagian-bagian seperti Yesaya 24:5 dan Yeremia 34:18 untuk berbicara tentang “melangkahi” atau “melanggar” hukum Tuhan oleh orang-orang, Amos 7:8 mungkin menarik hubungan antara kedua makna ini. Sesungguhnya, Tuhan tidak akan lagi mengabaikan pengabaian orang-orang terhadap Tuhan.
Akibat dari TUHAN yang tidak “melewati” adalah kehancuran total tempat-tempat ibadah Israel dan berakhirnya pemerintahan Israel (ayat 9). Meskipun ini mungkin merupakan konsekuensi dari pilihan TUHAN untuk tidak mengampuni, ada penggunaan kata kerja ‘ābar yang lain yang dapat membantu menggambarkan apa yang terjadi dalam Amos 7.
Dalam Keluaran 33, ‘ābar muncul dengan Tuhan sebagai subjeknya. Musa meminta Tuhan untuk menganggap kelompok orang Israel di padang gurun sebagai umat Tuhan (Keluaran 33:13). Tuhan meyakinkan Musa, “Engkau telah mendapat kasih karunia di mata-Ku dan Aku mengenal engkau dengan namamu” (Keluaran 33:17), dan berjanji untuk bersikap baik dan menunjukkan belas kasihan (Keluaran 33:19).
Dalam ayat-ayat ini, TUHAN mendekat, bukan hanya dalam janji tetapi secara pribadi, saat Musa menyaksikan kemuliaan TUHAN “lewat” ( ‘ābar ; Keluaran 33:22). Di sini, “lewat” menandakan kehadiran TUHAN yang intim sebagai penyelamat dan penyedia. Kehadiran inilah yang diputus TUHAN dengan berjanji tidak akan pernah lagi “lewat” dalam Amos 7:8. Ketidakhadiran TUHAN berarti kehancuran dan kematian.
Penglihatan yang diungkapkan dalam ayat-ayat ini adalah penglihatan tentang penghakiman. Pengumuman tentang kehancuran itu tidak dapat disangkal. Namun, yang diungkapkan bukan hanya apa yang akan dilakukan TUHAN, tetapi apa yang telah dilakukan TUHAN. TUHAN telah menyebut mereka “umat-Ku” (ayat 8) dan menyatakan diri-Nya kepada mereka. Penghakiman yang dinyatakan Amos dapat menyadarkan pendengar masa kini akan kehadiran TUHAN yang intim dan terus-menerus dalam hidup kita.
Laporan dalam ayat 10-11 dikirim dari Amazia kepada Raja Yerobeam. Ia menuduh Amos berkomplot dan memperingatkan Yerobeam tentang hukuman mati ilahi yang telah diumumkan Amos bagi raja dan kerajaannya. Meskipun Amazia mencela Amos, secara tidak langsung ia mengakui bahwa perkataan Amos akan berdampak di negeri itu (ayat 10).
Pemberitahuan pengusiran dalam ayat 12-13 disampaikan oleh Amazia kepada Amos. Menariknya, Amazia tidak menentang isi pesan Amos, sebaliknya ia menentang tempat Amos berbicara. Ia memerintahkan Amos untuk meninggalkan Betel, salah satu tempat kudus utama di kerajaan Israel, dan kembali ke tanah airnya di Yehuda. Amazia mengklaim Betel sebagai “tempat kudus raja” dan “bait suci kerajaan,” (bukan tenpat Tuhan berbicara/hadir) meskipun nama Betel sendiri berarti “rumah TUHAN.” (Di rumah Tuhan, tidak diperboleh Tuhan bicara). Pembaca Amos 7:12-13 dapat dengan mudah mengenali kepentingan pribadi yang bekerja dalam upaya Amazia untuk mengusir Amos dari Betel.
Penyangkalan terhadap suara Amos tidak mengubah kebenaran. Penghakiman yang Amos sampaikan terhadap Israel tidak dapat dipisahkan dari ketidakadilan yang ia sebutkan. Tuduhan dan penghakiman yang sama nantinya akan dideklarasikan di kerajaan Yehuda. Di sana mereka akan menghadapi penolakan serupa untuk menanggapi ketidakadilan dan upaya serupa untuk membungkam para nabi atas kritik mereka.
Dalam ayat 14-15 Amos membela kehadirannya di Betel dengan menyangkal adanya kepentingan pribadi, hubungan keluarga, atau keuntungan pribadi yang terkait dengan kegiatan kenabiannya. Dua hal yang menarik untuk dicatat:
1) Kebutuhan TUHAN akan seorang nabi untuk mengatasi ketidakadilan di Israel telah mengutus Amos ke arah yang baru dan panggilan yang baru. Amos menyerukan kepada orang-orang di Israel untuk memperbaiki ketidakadilan di tanah mereka. Dalam hal apa saja kebutuhan akan keadilan memengaruhi arah dan tindakan hidup kita?
2) Wewenang pekerjaan Amos berakar pada panggilan TUHAN, bukan biografi Amos. Meskipun orang-orang Betel berusaha mendiskreditkannya berdasarkan kebangsaan, keluarga, dan pekerjaannya, faktor-faktor ini tidak mendiskualifikasi dia dari pelayanan ilahi atau mengurangi kebenaran pesannya.