Minggu, 15 Mei 2022 – Sdr. Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu

“Saya Percaya maka Saya Ada” (Credo Ergo Sum) adalah ide yang diutarakan oleh Newberg dan Waldman. Dalam ide tersebut dijelaskan bahwa kepercayaan atau rasa percaya seseorang, akan muncul ketika ada dorongan di dalam dirinya untuk meyakini sesuatu terjadi sesuai dengan apa yang diinginkan dan diharapkan. Itu semua tergantung rasio, logika berpikir dan ke-Aku-an (subyektivitas diri), di mana pengalaman sangat memegang peranan. Ide ini mencakup perihal, obyek bahkan iman kepercayaan. Kesimpulan dari ide ini, bahwa otak manusia mampu memproduksi rasa percaya yang berlimpah karena otak manusia adalah “mesin kepercayaan.”

Berbicara tentang iman kepercayaan kita, bila dihubungkan dengan ide ini akan memunculkan pertanyaan, apakah iman kita kepada Yesus Kristus digerakkan dorongan semata dari sebuah keinginan dan harapan akan kepentingan dan kebutuhan? Apakah iman kita bersifat transaksional? Saya melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu dari Tuhan yang saya Imani?

Iman kekristenan adalah iman yang harus dihidupi dan bukan iman yang hanya digerakkan dari dorongan semata. Paulus dan Silas di dalam perikop Kis. 16:19-34, mengajarkan tentang bagaimana cara menghidupi iman percaya kita kepada Yesus Kristus, supaya iman kita tidak mampat atau sumbat. Iman kita harus bertumbuh dan berbuah, dengan cara menghidupi Kristus di dalam aspek kehidupan kita.

Paulus dan Silas melalui perikop ini menghidupi imannya dengan tiga cara, pertama, Paulus dan Silas menghidupi iman kepercayaannya dengan berpegang kepada Kebenaran Allah dan setia menjalankan panggilan hidupnya sebagai rasul (ay. 16-21). Paulus dan Silas mengetahui berita Injil adalah kebenaran yang mutlak. Kristus yang menyelamatkan adalah suatu berita yang layak diberitakan, sehingga tugas mereka sebagai rasul terus mereka hidupi di tengah tantangan dan ancaman bagi kehidupan mereka. Bagi kehidupan kita orang percaya, menghidupi kebenaran Allah adalah cara menghidupi iman percaya kita di dalam Kristus. Kita percaya kecukupan di dalam Firman Allah, yang menolong kita melangkah di dalam kepastian dan sekaligus sebagai jaminan, bahwa Allah hadir di tengah setiap aspek kehidupan kita. Hal inilah yang membuat kemantapan hati untuk menghidupi panggilan kekristenan kita secara bertanggung jawab dalam setiap aspek kehidupan itu.

Kedua, Paulus dan Silas menghidupi iman kepercayaannya dengan bersukacita memuji Allah di tengah situasi yang tidak mudah (ay. 22-27). Situasi di dalam tekanan dan pergumulan yang bertubi-tubi akan memaksa kita di dalam pilihan dilematis. Kita bisa depresi dan putus asa, mengambil jalan pintas untuk mengakhiri segalanya. Akan tetapi berbeda halnya ketika iman percaya kita hidupi. Kita punya Allah Allah yang hidup. Kuasa maut  atas kematian telah dikalahkan dan Kristus bangkit dan naik ke Sorga. Keyakinan inilah yang akan memberikan kita kemampuan untuk beria-ria di dalam Kristus. Kita akan terus berseru dan memanggil nama-Nya.

Ketiga, Paulus dan Silas menghidupi iman kepercayaannya dengan bersaksi kepada orang terdekat dan orang-orang yang ditemuinya (ay. 28-34). Paulus fokus kepada keluarga sebagai muara pemberitaan Injil Kristus, karena di dalam keluarga proses transmisi dan pembentukan formasi iman bermula. Di dalam dunia ini, Kristus tidak akan diberitakan. Dunia membenci dan tidak mengenal-Nya (Yoh. 15:18-25). Keluarga adalah laskar-laskar Kristus, yang menjadi ujung tombak pembritaan Injil Yesus Kristus. Menghidupi Kristus dan menjadi kesaksian di setiap lingkungan masing-masing.

Menghidupi iman percaya adalah panggilan hidup orang percaya. Kita tidak akan mampu mengerjakan dengan usaha kita semata. Hanya oleh pertolongan Roh Kudus yang senantiasa menolong dan menghibur kita, untuk  mengerjakan panggilan itu serta senantiasa bersuka di dalam Kristus. Kita jadi mempunyai kekuatan dan energi yang tiada batas dayanya. Kiranya Tuhan menolong agar kita senantiasa menghidupi iman percaya di dalam Kristus. Amin.