Menata Lidah (Yakobus 3 : 1 – 12)

Minggu, 12 September 2021 – Ev. Tonny Mulia Hutabarat

Yakobus sedang memberikan ceramah mengenai barometer kerohanian yang telah ditebus oleh Kristus, yaitu sejauh mana lidah digunakan. Surat ini menjadi peringatan khusus kepada pengajar/guru (ay 1-2). Pengajar menduduki peran penting, status tinggi maka ia berkonsekuensi. Ia pasti dihakimi lebih berat. Oleh karena itu ia harus berhati-hati, bertanggungjawab, serius, punya motivasi yang tulus dalam pengendalian perkataan (ay 2). Kemungkinan semua orang telah berkata “salah”, pernah terpeleset, kerap jatuh. Mereka yang berada dalam Kristus dituntun menjadi “sempurna”. Artinya ia bertumbuh “dewasa” (maturity) yang dapat mengendalikan lidahnya.


Yakobus menerangkan bahwa salah satu anggota tubuh terkecil memiliki ”kuasa” (ay 3-8) secara positif atau negatif. Gambaran positif dipakai istilah tali kekang kuda dan tali kemudi kapal (ay 3-4). Kecil tetapi menggerakkan yang besar untuk berdaya guna (transportasi). Demikian juga lidah kecil dapat menggerakan, memotivasi untuk hal yang baik. Gambaran negatif (ay 5-6) dipakai: (a) istilah memegahkan (Ingg: boast) suatu daya penghancur (b) percikan api kecil yang dapat membakar hutan/gunung (c) dunia yang jahat, roda api dan api neraka. Lidah yang jahat keluar dari pikiran/hati yang jahat. Jemaat yang benar harus menggunakannya untuk hal yang benar dan baik.


Yakobus juga menegaskan bahwa sulit mengendalikannya (ay 7-8). Sesulit dan tak semudah mengendalikan binatang liar/buas (ay 7-8). Lidah menjadi buas (tidak stabil). Terkadang mengeluarkan racun yang mematikan mental seseorang. Lidah yang tidak ditata dalam kehendak Tuhan akan bersifat kebinatangan atau level kehewanan (barbar).


Yakobus memberikan sindiran kepada jemaat bahwa tidak stabil/ ketidakkonsistenan dalam hal penggunaan lidah (ay 9-12). Ia menyatakan bahwa lidah telah dipakai untuk mengeluarkan berkat dan kutuk (9-10). Terjadi kontradiksi iman dan perbuatan. Sesaat meninggikan Tuhan sesaat lagi menghina, menyumpahi orang. Guru Yakobus mengingatkan jemaat agar “jangan mendua” (split personality).


Yakobus mengajarkan kekonsistenan penggunaan lidah dengan 2 gaya retorika sebagai barometer kerohanian: (1) tidak ada sumber air yang tawar sekaligus pahit, tetapi lidah bisa, (2) tidak ada pohon berbuah dua jenis sekaligus (kecuali cangkok), tetapi lidah bisa, Jadi jemaat harus “rohani” yaitu berjuang konsisten (kata-kata sama dengan piikiran dan tindakan). Lidah hanya mengeluarkan satu aliran air hidup bukan mematikan (pahit, racun).


Mata air merujuk pada hati/pikiran. Jadi hati yang baik pasti mengeluarkan hati yang baik dan benar karena benar di hadapan TUHAN. Hati yang direformasi/diperbaharui/dilahirkan kembali oleh TUHAN pasti mengeluarkan perkataan yang murni dan konsisten.


Surat Yakobus ditujukan sebagai peringatan kepada orang percaya dalam pengendalian lidah/mulut/perkataan. Lidah harus dikendalikan untuk membangun bukan untuk merusak. Lidah yang baik dan benar berasal dari hati yang benar di hadapan TUHAN. Jadi barometer/ukuran kerohanian (lahir baru) adalah lidah yang baik dan benar di hadapan TUHAN dan manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *