1 Samuel 3: 2
Si Junior ekselent dalam pelayanan tetapi dan Si Senior Yang Amburadul. Elia sang senior di siang hari tidur-tiduran (perhatikan kata Ibraninya “yom” di siang hari). Sementara Samuel yang junior terus giat melayani. Elia bertugas mengawasi namun dalam keadaan tidur. dua profil yang sama-sama bekerja di Bait Suci tetapi berbeda dalam performa.
Ada perbedaan dalam terjemahan LAI dan BHS (Alkitab berbahasa Ibrani terbitan Stutgart) Pada kalimat di ayat 2: “Pada suatu hari Eli … (1Sa 3:2 ITB)”. Kita selidiki dalam bahasa Ibrani yaitu: “wayihi bayyom hahu’ we’ely sokev” kita terjemahkan dan pada siang itu Eli telah tidur. Bukan pada malam hari Eli tidur untuk istirahat. Dan keadaan ini sangat jahat di mata Tuhan.
Di saat jam pelayanan sangat sibuk ia malah bermalas-malasan sambil berbaring. Alasan yang tampak pada teks ini adalah mata sudah tidak dapat melihat. Bila benar para imam-imam hanya boleh istirahat pada malam hari, berarti Eli sebagai pimpinan imam mempergunakan kuasa jabatannya untuk bermalas-malasan. Dan hal ini sangat ditentang Tuhan (perhatikan disipliner yang keras kepadanya). Eli mengabaikan tugas-tugas di siang hari, padahal di siang harilah jemaah datang untuk menyerahkan kurban-kurban untuk dikerjakan dan disampaikan kepada Tuhan. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi saya, bahwa sesungguhnya tidak ada istilah bagi hamba Tuhan untuk santai-santai (malas-malasan) apalagi mengambil waktu rehat pada siang hari. Justru selama waktu siang hari dipakai untuk melayani. Prioritas waktu pelayanan masa kini.
Apa relevansinya untuk masa kini: jemaat pada masa kini tak lagi membawa kurban binatang untuk disembelih dan ditata oleh pdt, penginjil, majelis, pengurus, aktivis dst. Mereka datang untuk dilayani dalam perkunjungan, konseling, pastoral, pembinaan, pengajaran, khotbah, persiapan pelayan secara rutin atau insidentil. Dan itu biasanya dilakukan pada jam-jam tertentu yang harus dikerjakan dengan jam-jam pelayanan yang tidak terstruktur. Maka kesiapsediaan diri lebih dikedepankan dari pada menyenangkan diri sendiri.
Giat (rajin) bagi Tuhan akan mendatangkan hasil signifikan dalam pelayanan: jemaat bertumbuh secara kualitas dan kuantitas. Namun kalau malas akan mendatangkan kehancuran.
Bentuk-bentuk kemalasan dalam pelayanan adalah: menunda belajar firman Tuhan (ah besok-besok lah), menunda menuntaskan pekerjaan pelayanan (ah sebentar lagi deh, kan masih ada waktu), mengesampingkan tugas pelayanan (orang lain bisa disuruh), mengabaikan tugas rutin (ah bosan itu-itu aja), mangkir dari pelayanan (sesekali boleh kan absen), tidak peka dengan kebutuhan jemaat (bodoh amat dengan orang lain), setengah hati menjalankan program pelayanan (yang penting sudah hadir dilihat orang). Anehnya dalam keadaan seperti ini bisa merasa aman (tetap bisa tidur bahkan mendengkur).
Dari 1 Samuel 3:4-8 ada suatu pelajaran yang indah dalam kehidupan anak Tuhan. Mari kita berandai-andai; bagaimana jika sampai panggilan yang ketiga itu Eli masih belum sadar juga bahwa itu adalah ‘suara’ Tuhan? Tentu akan menjadi sesuatu yang sangat ironis dan keterlaluan. Bagaimana mungkin seorang rohaniwan tidak punya kepekaan terhadap hal-hal yang bersifat rohani? Jika demikian maka ia tidak pantas disebut rohaniwan, melainkan duniawan atau jasmaniwan. Hati dan pikiran seseorang yang selalu fokus pada keinginan-keinginan dunia/jasmani akan membuat orang tsb kesulitan utk memaknai setiap peristiwa dalam hidupnya dalam perspektif rohani. Akan sulit sekali untuk memahami maksud dan campur tangan Tuhan dalam keseharian kita, bahkan kita akan menganggap setiap proses pembentukanNya bagaikan angin lalu, dan kita berkata kepada diri kita sendiri: Tidurlah kembali (malas bertindak, malas berpikir).
Padahal setiap hal yang ada atau terjadi dalam hidup kita, tentu ada suatu maksud Tuhan yang baik bagi kita, yang mungkin terbungkus dalam wujud persoalan, tantangan, atau kesulitan. Tuhan ingin agar kita bertumbuh melalui peristiwa sehari-hari, agar kita belajar memaknai setiap hal itu berkontribusi bagi pertumbuhan kita untuk semakin mengenal karakterNya, cara bekerjaNya, kehendakNya. Tuhan bukan hanya berfirman melalui Alkitab yang tertulis, namun ia juga berbicara kepada kita melalui hal-hal yang terjadi dalam hidup kita. Sebagai anak Tuhan apakah kita memiliki kepekaan untuk melihat melampaui indra jasmani kita sampai kita bisa melihat dengan sangat jelas secara rohani penyertaan Tuhan dalam hidup kita? Apa yang memungkinkan kita untuk bisa menanggapi segala hal secara rohani? Bagaimana agar kita tidak memiliki konsep-konsep yang dangkal tentang kehidupan? Tidak lain dan tidak bukan adalah melalui kedekatan kita dengan Tuhan. Melalui perenungan Firman, doa, dan bimbingan Roh Kudus dalam saat teduh kita dimampukan untuk mendengar, melihat, merasakan segala hal secara rohani. Tidak perlu sampai dipangggil 3x, kalau kita punya kepekaan yang baik 1x sudah cukup jelas untuk mengenal suaraNya, minimal untuk menduga bahwa itu adalah suaraNya. Mari kita tingkatkan kedekatan kita denganNya, bergaul erat setiap hari dengan Tuhan, sehingga kita akan mudah ‘ngeh’ dan tidak telmi (telat mikir) atau lemot karena tidak menangkap sinyal kehendak Tuhan dengan baik. Antene radio tidak akan bisa menangkap gelombang siaran TV, karena beda frekuensi. Demikianlah yang akan terjadi dengan hidup kita, jika kita tidak menyelaraskan frekuensi kita dengan Firman, kita akan kesulitan utk mengerti apa mauNya Tuhan. Seperti yang dikatakan dalam Amsal: Orang yang mencari Tuhan, mengerti segala sesuatu. Mari kita arahkan pemancar kita ke surga, bukan ke dunia. Carilah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Milikilah pikiran Kristus, melihat segala suatu dengan kacamata rohani yang baik.
Ev. Tonny Mulia Hutabarat
22 November 2021