Minggu, 19 September 2021 – Ev. Arum Nugroho


Kita hidup dalam dunia yang menganggap cara hidup terbaik adalah menjadi yang terdepan, terhebat, terbaik, dan terbesar. Di dunia ini hampir semua orang ingin menjadi yang terbaik. Sebagai orang Kristen berbagai macam keinginan diri harus dikoreksi oleh Firman Tuhan. Bagaimana dengan keinginan untuk menjadi yang terbesar? Salah atau tidak keinginan untuk menjadi yang terbesar menurut Firman Tuhan? Kita dapat mengambil pelajaran ini dari Markus 9:30-41.


Penulis kitab Markus, Yohanes Markus, tidak sembarangan mencatat kisah hidup Yesus. Dalam Injilnya Markus bukan hanya menulis biografi hidup Yesus secara acak. Markus menulis dengan hati-hati untuk mencapai tujuan yang ingin ia capai, yaitu memperkenalkan Yesus sebagai Mesias. Markus 9:30-32 menjadi bagian penting di mana Markus menuliskan kisah di mana Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Mesias yang menderita. Ironisnya, murid-murid dikatakan tidak mengerti apa yang dikatakan Tuhan Yesus. Alasan utama mengapa murid-murid tidak mengerti karena mereka memiliki gambaran yang berbeda tentang Mesias. Seperti anggapan orang Israel pada umumnya mereka mengharapkan Mesias akan menjadi seorang pemimpin pasukan besar yang menggulingkan penjajahan pemerintahan Romawi pada saat itu. Jadi gambaran yang digambarkan Yesus berbeda jauh dengan gambaran yang ada di kepala mereka. Karena itu tidak heran jika di bagian berikutnya, Markus 9:33-37 muncul perdebatan di antara para murid yang membahas tentang siapa yang terbesar di antara mereka. Jika suatu saat Tuhan Yesus benar-benar menjadi Mesias yang mereka bayangkan posisi yang terbesar menjadi hal yang penting untuk dibicarakan. Mendengar mereka berdebat tentang siapa yang terbesar Tuhan Yesus mendudukkan para murid untuk mengajar arti tentang “menjadi yang terbesar.” Tuhan Yesus berkata bahwa di dalam Kerajaan Allah mereka yang terbesar adalah mereka yang menjadi paling terakhir dan menjadi pelayanan bagi semua (ay. 35). Alkitab sering mengungkapkan pola paradoks dalam beberapa bagiannya. Jika engkau mempertahankan nyawamu, engkau akan kehilangan nyawamu. Jika engkau ingin menjadi yang terdahulu maka engkau harus menjadi yang terkemudian. Jika engkau ingin menjadi yang terbesar maka engkau harus menjadi pelayan bagi sesamamu. Di dalam Kerajaan Kristus mereka yang terbesar adalah mereka yang menjadi terkecil dalam hidup ini untuk menjadi pelayan bagi semua.


Keinginan untuk menjadi terbesar harus benar-benar dikoreksi. Sebenarnya, tidak ada salahnya seseorang menjadi orang yang besar dalam kehidupan ini, baik itu dalam hal kepemimpinan, kedudukan, ekonomi, dan lain sebagainya. Allah dalam kedaulatan kehendak-Nya sangat bisa menempatkan anak-Nya di posisi-posisi penting dan besar dalam hidup ini. Namun demikian sangat perlu mengoreksi sikap hati untuk segala hal yang diterima dan dimiliki. Dalam kebesaran seseorang ada tanggung jawab pelayan yang harus dikerjakan. Dan dalam pelayanan keinginan untuk menjadi yang terbesar bukanlah hal yang terpenting. Fokus utamanya adalah hati pelayan. Satu-satunya jalan untuk menjadi yang terbesar di hadapan Allah adalah dengan cara menjadi rendah hati demi menjadi pelayan bagi semua orang. Perlu diingat bahwa satu-satunya kebesaran dan kemulian tertinggi dalam kehidupan ini adalah Allah. Karena itu tidaklah boleh seorang manusia menginginkan kebesaran tertinggi bagi dirinya sendiri untuk mengangkat tinggi kesombongan diri.


Dalam kerendahan hati dan panggilan menjadi pelayan bagi semua orang umat Allah dipanggil untuk dapat menerima dan melayani semua orang sebagaimana yang dicontohkan Yesus ketika Ia menerima seorang anak kecil dan menerima mereka yang disebut Yohanes sebagai orang-orang yang ada di luar kelompok Yesus. Umat Allah seharusnya bergandeng tangan untuk saling melayani satu dengan yang lainnya. Mari kita mengingat bahwa dunia ini bukan tujuan kita. Hidup kita di dunia ini sangat singkat jika dibandingkan dengan hidup kekal yang menjadi tujuan utama kita. Di dunia ini Tuhan memanggil kita untuk melayani. Jangan sampai ego untuk menang sendiri atau menjadi yang terbesar justru membuat kerendahan hati kita untuk melayani terkikis. Kiranya Allah Tritunggal menolong setiap kita menjadi hamba yang berkenan selalu dalam hidup yang saling merendahkan diri demi mengutamakan penerimaan dan pelayanan kepada semua orang.Amin.