Kristus Imam Besar (Ibrani 5:1-10)

Minggu, 28 November 2021 – Sdr. Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu


Alkitab berisikan pewahyuan dan segala ketetapan diri Allah. Di dalam Perjanjian Lama, Allah menyatakan diri-Nya menggunakan budaya dan konteks serta dominasi keberadaan pemimpin pada masa atau zaman yang ada. Ada tiga peran kepemimpinan yang dipakai Allah sebagai media supaya Allah terus menyatakan diri dalam keinginannya berelasi dengan umat-Nya. Tiga peran penting itu adalah, Imam, Raja dan Nabi. Di dalam masa Perjanjian Baru, tiga peran kepemimpinan itu digenapi oleh figur Yesus, sebagai Imam, Raja dan Nabi (1Ptr. 2:9-10).

Pada bagian perikop ini diceritakan tentang peran Imam. Imam adalah perantara untuk relasi Allah dengan umat-Nya. Oleh karena dosa, umat Allah terpisah dan sulit menghampiri tahta Allah yang kudus. Allah dengan natur-Nya yang kudus dan tak bercela tetap ingin menjalin relasi dengan umat kepunyaan-Nya, sehingga Ia menggunakan imam sebagai alat Allah untuk menguduskan umat, yang melakukan kesalahan dan dosa, supaya Allah dapat terkoneksi dengan umat-Nya. Seorang imam harus terlebih dahulu menguduskan dirinya, dan dipilih serta ditetapkan sendiri oleh Allah. Mereka bertanggung jawab menguduskan umat dan membawa persembahan kepada Allah serta menjaga kemah kekudusan kemah pertemuan (Kel. 29:1,9 band. Im. 8:31-36; Bil. 18:1-7). Di antara para imam ini, dipilih imam besar sebagai pemimpin mereka, dan pada masa Musa, Harun dipilih Tuhan sebagai imam besar.

Di dalam Ibrani 5 ayat 1-10, diceritakan gambaran kehidupan seorang imam, yang  dibagi menjadi dua, bagian, pertama dalam ayat 1-4, menceritakan kehidupan dan peran imam pada Perjanjian Lama. Pada bagian ini, peran imam adalah membawa persembahan dan korban bakaran sebagai sebuah ritual untuk menguduskan diri. Allah juga memilih keturunan Lewi sebagai keturunan yang khusus menjalankan peraan keimamaan, yakni Harun dan keturunannya, yang ditetapkan dan ditahbiskan oleh Allah melalui Musa (Kel. 28;1). Akan tetapi, Harun melakukan kesalahan di dalam peristiwa “Lembu Tambun Emas,” dengan memberhalakan ilah-ilah lain (Kel.32), yang mana ia mengambil kemuliaan Allah. Pada bagian kedua, ayat 5-10 menceritakan kehidupan Kristus yang hadir sebagai Imam Besar yang sempurna dengan taat menjalani perintah Bapa, serta telah turut merasakan penderitaan yang dialami umat-Nya (Ibr. 5:7-9)

Akan tetapi, di tengah kegagalan imam menjalankan perannya pada Perjanjian Lama, Allah juga memperkenankan kehidupan seorang imam besar bernama Melkisedek, dan Allah telah menetapkan melalui peraturan yang dibuat Melkisedek, semua tunduk kepadanya untuk memberikan persepuluhan, termasuk Abraham, bapak orang beriman (Kej.14). Melkisedek bukan keturunan Lewi, tetapi ia menjadi raja dan imam, ia percaya kepada Allah dan dia bersaksi tentang Mesias akan datang sebagai Imam Besar untuk selama-selamanya. (Mzm. 110:4 band. Ibr. 7:4-10).

Di dalam perenungan ini, Imam dipanggil sebagai perantara untuk sebuah relasi Allah dengan umat-Nya. Imam gagal menjalankannya perannya dan ada satu Imam Besar yang memperkenankan Allah, yakni Melkisedek. Melkisedek bersaksi akan hadir Kristus sebagai imam besar untuk selamanya, yang menggenapi peran perantara sekaligus menjadi korban pendamaian itu sendiri.

Ketika mengetahui kehadiran Kristus adalah kesempurnaan pernyataan diri Allah melalui keimaman-Nya, yang menjadikan-Nya imam besar untuk selamanya serta keinginan Allah untuk mendirikan kerajaan imam (1Ptr. 2:9-10), kita sebagai umat-Nya harus memiliki kepekaan lebih seperti yang dilakukan Kristus, di mana Ia taat dan setia menjalankan dan menggenapi perintah Bapa melalui karya Salib. Oleh karena itu, sebagai respons kita akan pengetahuan itu hendaklah kita melakukan dua hal, pertama, kita harus mengembalikan Kristus pada tahta kemuliaan-Nya yang sesungguhnya, dan menempatkan Kristus sebagai yang terutama dan mengikuti seluruh teladan-Nya untuk tujuan keserupaan dengan Kristus. Kedua, kita harus menundukkan pikiran kita kepada Kristus, supaya hidup kita dapat berpadanan dengan Injil (Flp. 1:27) dan menjadi surat Kristus atau surat terbuka, melalui keseharian hidup kita. Kiranya Tuhan menolong kita meresponi pengetahuan ini. Tuhan beserta kita. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *