1 Petrus 4:7-11

Ketika menghadapi suatu penderitaan yang terus menerus datang silih berganti dengan bentuk dan cara yang berbeda, akan membuat seseorang merasa putus asa dan berpikir memang sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan dan diperjuangkan di dalam kehidupan ini. Seseorang akan menyerah dengan keadaan, dan memilih jalan singkat untuk mengakhiri semua derita ini.

Petrus di dalam perikop ini sekali lagi menguatkan, dengan memberikan sebuah pesan pastoral, mengenai cara bagaimana seseorang dalam imannya kepada Kristus, tetap memiliki pengharapan. Pengharapan akan sebuah tujuan penghakiman akhir yang sudah semakin dekat (ay.7 dalam bahasa Yunani “to telos engizon”, artinya semua tujuan akan digenapi pada saat penghakiman akhir, yakni second coming, di mana Kristus datang kedua kali). Oleh karena itu, Petrus menganjurkan dua hal, pertama, mengusai diri untuk maksud tetap bisa berdoa dan berpengharapan kepada Kristus (ay.7). Pada bagian ini seseorang harus memiliki pikiran yang waras (sober-minded, yun:Nepsate), supaya seseorang bisa berfokus pada permohonan doa kepada Allah. Kedua, seserang harus mampu memiliki kasih yang resiprok atau sebuah ketersalingan dan komitmen, atau memiliki kasih kepada diri, dan sesama (ay.8) Semua itu dilakukan atas kasih karunia yang telah diterima (ay.9). Dengan kasih ini, akan mampu memberikan keramahan atau kebajikan (hospitalitlity, ay9), serta mampu melayani satu dengan yang lain. Kedua hal ini dianjurkan oleh Petrus, sebagai sikap dalam penantian dan pengharapan sampai Yesus datang kedua kali, dengan melakukan hal-hal yang membawa kemuliaan Allah dan pengakuan Kristus adalah jalan pengharapan itu (ay.11).

Lalu bagaimana dengan kita sekarang ini, kondisi pandemi sudah hampir dua tahun akan kita hadapi. Banyak kedukaan, kehilangan akan sesuatu berupa peluang dan bahkan pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit dipenuhi serta ruang gerak kita yang seolah terbatasi karena ketakutan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang lain. Inilah penderitaan dalam konteks kita saat ini, dan penderitaan ini akan membuat kita berpikir ulang tentang iman kita kepada Kristus. Banyak hal yang harus kita lakukan dalam proses menuju serupa dengan Kristus. Penderitaan sekarang, berbeda pada masa itu, di mana orang Kristen yang tersebar mengalami ancaman, intimasi serta penganiayaan secara langsung akan imannya kepada Kristus. Akan tetapi, mereka tetap kuat, dan mengarahkan hati dan pikirannya sambil berharap pada peristiwa Yesus datang kedua kali. Karena, di dalam peristiwa inilah tidak ada lagi penderitaan dan ratap tangis, semua akan digantikan sukacita kemenangan karena Surga dan Bumi akan menyatu, menjadi realitas baru yakni langit dan bumi baru. Inilah tujuan pengharapan kita. Untuk sampai ke masa ini, kita harus menjalani semua kehidupan di dunia, dengan segala macam peristiwa yang kita anggap sebagai sebuah “penderitaan.”

Kuat dan teguhkanlah hati kita, dan dengan pikiran yang jernih kita dapat memohon kepada Kristus sebagai pengharapan kita, yang menguatkan dan meneguhkan kita berjalan sesuai rencana dan rancangan Allah, di mana kita berbagian di dalamnya. Tuhan beserta kita.

Asidoro Sabar Parsaulian Pasaribu
5 Oktober 2021