LD Tonny Mulia Hutabarat
Senin, 13 Mei 2024
BERDOA – Daniel 9:3
Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu. (Dan 9:3 ITB)
Doa merupakan kebutuhan terbesar Gereja saat ini. Kebangunan rohani dan gerakan besar Roh Kudus tidak akan terjadi tanpa doa. Orang Kristen menjalankan kekristenannya tetapi kehidupan rohani mereka lesu, kesaksian akan Kristus tidak terlihat. Mereka tidak jahat, tetapi mereka tidak menjalankan kehidupan doa berkobar-korbar yang konsisten dan kontinu. Paling sekedar doa makan, dan doa tidur saja. Doa tidak terlihat gampang, karena disertai puasa. Doa sejati mengalihkan kebutuhan perut, mengesampingkan kenyamanan, mengesampingkan perfoma kecantikan diri dan harus memfokuskan segala daya, dana diri kepada TUHAN. DOA sejati disertai “rasa” nyeri dan “rasa” hina dan rendah diri di hadapan Tuhan.
Daniel eksis di Babel karena suka berdoa. Pada saat Daniel berdoa di pasal 9 ini, umurnya kira-kira lebih 80 tahun. Menjelang 70 tahun pembuangan di Babel, ia menghadap Tuhan. Daniel berdoa atas dasar firman Tuhan yang ditulis dalam kitab Yeremia 29:10. FirmanNya menggerakkannya berdoa.
Doa bukan sekedar berbicara dengan Tuhan, lebih dari itu. Doa yang sejati adalah latihan bagi kerohanian diri, yang memperkuat otot iman/sendi eohani. Doa sejati tidak boleh dianggap sebagai aktivitas pilihan dalam kehidupan rohani. Doa adalah semacam nafas. Daniel menjalani kehidupan doanya dengan serius, dan dia membuat rencana sebelum berdoa. Bagaimana Daniel merencanakan doanya? Lihat 9:3: (1) berpaling (mengarahkan muka) kepada Tuhan, (2) bermohon, (3) puasa, (4) berkain kabung (5) menaruh abu di kepala.
Ungkapan “berpaling” yang sangat sugestif ini memberi tahu kita bahwa ia “berpaling” dari segala sesuatu yang lain. Daniel tidak membiarkan hal-hal lain mengalihkan perhatiannya ketika dia mulai mengerjakan doa. Bahkan kebutuhannya perutnya tidak menjadi fokusnya. Juga ketampanan “lahiriah” tidak utama (ada kain kabung dan abu di kepala).
Doa Daniel penuh berisi keyakinan akan kehendak Tuhan, yaitu pengakuan dosa pribadinya dan bangsanya (9:5,6). Ia terbuka dan jujur atas kerapuhannya di hadapan Tuhan. Dosa membuat Tuhan tidak “mendengar” (mengabaikan) doa pendoa. (Maz 66:18).
Ketika Daniel berdoa, diiringi dengan rasa sakit dan nyeri –perut kosong. Dia menghilangkan kenyamanan dirinya saat dia berdoa. Mengungkapkan ketulusan doa. Puasa dan berkabung bukan untuk menyiksa diri, tapi sikap batin yang tulus kepada Tuhan dengan tidak memperhatikan diri sendiri tetapi fokus pada Tuhan. Inilah sebabnya doa tidak pernah mudah. Doa sejati penuh perjuangan, melelahkan, terkadang menyakitkan. Sungguh menyakitkan untuk mendekati Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan kejujuran. Tak mudah mengakui dosa secara terbuka sebelum berdoa agar Tuhan mendengar doa. Ini menyakitkan! Ini bisa memalukan. (bandingkan Yosua 7:10,11, karena dosa Israel kalah, doa Yosua tidak diterima).
Doa Daniel bersifat pribadi meskipun berdoa atas nama seluruh umatnya. Berdoa dengan umat sangat formal dan singkat tetapi berdoa secara pribadi sangat bersifat pribadi, informal dan tidak singkat.
Doa Daniel sangat berkuasa (powerfull). Doanya sampai ke langit tertinggi. Kekuatan doa berada di luar kemampuan manusia untuk memahaminya karena kekuatan doa yang sebenarnya tidak terletak pada diri manusia itu sendiri. Roh Kuduslah yang memberdayakan setiap kata doa yang dipanjatkan dengan benar (Rm 8:26). Berdoa dengan/dalam nama Roh Kudus (Ef 6:18).
Berdoa dibutuhkan kerja keras dan usaha. Investasi waktu dan energi tersebut membuahkan hasil yang luar biasa. Kita akan menyaksikan kehendak Tuhan terjadi. Faktanya, kita akan menjadi peserta dalam pemenuhan kehendak Tuhan.