Renungan 9 April 2021

Iman Gado-Gado

Hakim 17:1- 6
— Ada seorang dari pegunungan Efraim, Mikha namanya. Berkatalah ia kepada ibunya: “Uang perak yang seribu seratus itu, yang diambil orang dari padamu dan yang karena itu kauucapkan kutuk aku sendiri mendengar ucapanmu itu memang uang itu ada padaku, akulah yang mengambilnya.” Lalu kata ibunya: “Diberkatilah kiranya anakku oleh TUHAN.” Sesudah itu dikembalikannyalah uang perak yang seribu seratus itu kepada ibunya. Tetapi ibunya berkata: “Aku mau menguduskan uang itu bagi TUHAN, aku menyerahkannya untuk anakku, supaya dibuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu. Maka sekarang, uang itu kukembalikan kepadamu.” Tetapi orang itu mengembalikan uang itu kepada ibunya, lalu perempuan itu mengambil dua ratus uang perak dan memberikannya kepada tukang perak, yang membuat patung pahatan dan patung tuangan dari pada uang itu; lalu patung itu ditaruh di rumah Mikha. Mikha ini mempunyai kuil. Dibuatnyalah efod dan terafim, ditahbiskannya salah seorang anaknya laki-laki, yang menjadi imamnya. Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. —

Gado-gado enak karena dicampur dari berbagai bahan dan bumbu. Tetapi kalau iman dicampur dengan ketidakbenaran akan menimbulkan angkara murka ilahi.

Mika mencuri uang ibunya sejumlah 1100 perak (kurs kasar 2021 sekitar 100 juta). Ibunya tidak mengetahui kalau yang mengambil adalah anaknya sendiri. Maka ibunya mengucapkan kutuk. Pencuri dalam dasa titah harus dikutuk. Ketika Mika mendengar ucapan kutuk ibunya, ia langsung mengakui dosanya. Dan segera ibunya mengubah kutuk menjadi berkat bagi Mika (ay 2).

Ketika uang sekitar 100 juta tersebut kembali, maka ibunya mengkhususkan uang tersebut kepada TUHAN, tetapi dianjurkan uang itu digunakan untuk mendirikan patung berhala (ay 9). Ibu Mika mendua iman, menyembah Tuhan tetapi juga condong hatinya kepada penyembahan berhala (sesungguhnya adalah penyembahan/persekutuan dengan roh2 jahat). Hartanya dipakai untuk membuat patung berhala untuk disembah. Perbuatan ini sangat ditentang oleh TUHAN.

Mika tidak berkenan menerima uang ibunya untuk membuat patung berhala. Namun ibunya gigih untuk mewujudkannya. Maka disewanya jasa tukang perak membuat patung penyembahan berhala. Ironinya, patung itu diletakkan di rumah Mika. (ay 4). Ibunya sengaja membuat berhala di rumahnya. Ia mendatangkan murka kepada keluarganya.

Kelancangan Mika membuat kuil kecil (tempat peyembahan berhala) dan efod (jubah imam Lewi) dan terafim (patung kecil) dan mengangkat anaknya menjadi imam (keimaman Lewi) [ay5]. Mika bukan keturunan Lewi namun berani melangkahi batas imam. Mika mendirikan “agama” baru di Israel yaitu mencampur sistem keyakinan Taurat Tuhan dengan penyembahan berhala (roh jahat). Keyakinan yang berpusat pada manusia, bukan pada TUHAN. Mika melakukan yang tampak “rohani” tetapi menurut standarnya sendiri (ay 6). Barang kudus dicampurnya dengan yang tidak kudus.

Kekacauan rohani ketika hal yang benar (kudus) dicampurkan dengan ha yang tidak benar. Pengaruh Kanaan (Baalisme) masuk dalam sistem religi Israel. Perbuatan sinkretisme ini adalah kejahatan di mata Tuhan.

Mungkin kita merasa bersemangat melayani Tuhan, tetapi caranya adalah berdasarkan kehendak manusia (egoisme). Mungkin kita sudah merasa benar menyembahNya, padahal semua tindakan (cara) melayaniNya sangat duniawi. Ternyata kita tidak melayani Tuhan, tetapi menyenangkan berhala2 modern (atau melayani kesenagan diri sendiri). Apakah berhala yang disembah manusia masa modern ini? Yaitu segala sesuatu dimana ia bergantung penuh kepada benda atau objek tersebut. Matius berkata: “seseorang tidak dapat menyembah Tuhan dan Mammon dalam waktu yang bersamaan”.

Apakah ada pada masa kini iman (orang) Kristen dicampur dengan penyembahan berhala? Adakah iman Kristen dicampur dengan sinkretisme? Apakah ada iman Kristen dicampur dengan ideologi duniawi? Perjalanan menuju iman Kristen yang murni memang tidak mudah, namun ada batas2 yang sudah jelas agar iman kristen tidak diaduk dengan keduniawian, kedagingan dan dosa.

Waspadalah! Kekristenan (gereja-gereja) di Indonesia hidup dan bertumbuh di tengah2 masyarakat adat, budaya yang sangat tidak Injili yang bisa mempengaruhi kepercayaan kita menjadi iman gado-gado. Pluralitas agama/keyakinan/kepercayaan/adat istiadat di Indonesia jangan sampai tercampur baur dengan iman Injili.

Salam beriman yang benar bukan gado-gado.

Ev. Tonny Mulia Hutabarat
9 April 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *