Renungan 23 Februari 2021

1 Korintus 8 : 8 – 13

8  “Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan.”

9  Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.

10  Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai “pengetahuan,” sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala?

11  Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena “pengetahuan” mu.

12  Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus.

13  Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku.

Menjadi orang Kristen berarti menjadi orang yang mengalami pembebasan sejati oleh Tuhan Yesus Kristus yang membebaskan kita dari belenggu dosa dan hukum maut.  Hal ini benar, iya dan amin.  Namun demikian seringkali disalah mengerti sehingga tak jarang banyak orang memilih untuk memeluk agama Kristen (meski tanpa mengalami kelahiran baru yang sebenarnya) dengan alasan karena agama Kristen paling tidak banyak aturan, paling gampang, baik dalam ritual ibadah maupun dalam hal cara hidup yang seakan hampir tanpa larangan apapun juga, salah satunya dalam hal makanan.  Jika demikian adanya, maka kita lupa bahwa menjadi Kristen berarti dibebaskan dari maut untuk menjalani sebuah cara hidup yang merdeka, sebuah kebebasan untuk hidup bagi Allah, lepas dari belenggu dosa termasuk dari kuasa ego pribadi kita masing-masing.

Kepada Jemaat di Korintus, Paulus menuliskan bahwa kemerdekaan kita yang didasari dengan pengertian yang benar tentang firman dan pengenalan kita akan Allah, seharusnya tidak menjadi batu  sandungan bagi saudara seiman kita yang lain khususnya yang lemah imannya.  Topik yang diangkat adalah mengenai makan daging persembahan berhala; daging yang biasanya diperoleh dengan limpah sebagai pemberian para penyembah berhala kepada para imam mereka dan karena sisa terlalu banyak maka dijual kembali ke pasar dan sudah tentu orang-orang yang membelinya termasuk orang Kristen tidaklah mungkin menelusur asal muasal daging tersebut. 

Masalah ini dibahas dengan rinci oleh Paulus, untuk mengingatkan bahwa tidak ada berhala di dunia ini, tidak ada allah lain selain TUHAN Allah kita, sehingga daging tersebut tidak akan menjauhkan atau mendekatkan kita kepada Allah, baik ketika kita memakannya atau tidak.  Namun supaya tidak menjadi sandungan bagi orang lain yang bisa salah menafsirkannya, maka Paulus mengatakan rela tidak makan daging selamanya.  Intinya bukan boleh atau tidak boleh, namun jika menjadi batu sandungan jangan dilakukan.  Dalam hal ini seakan-akan kebebasan kita dibatasi karena kepentingan orang lain.  Namun justru hal inilah kita diingatkan bahwa kebebasan sejati bukanlah sebuah kebebasan yang tanpa batas, tetapi sebuah kebebasan yang bertanggung jawab dilandasi dengan kasih kepada Allah dan sesama khususnya saudara yang lemah iman.

Dalam keseharian kita, kita pasti menemukan orang-orang yang demikian di sekitar kita, karena itu kita mesti berhati-hati ketika berkata-kata maupun melakukan segala sesuatu khususnya mengenai ritual budaya dalam konteks kita masing-masing.  Tidak ada berhala yang berwujud patung lagi dalam kehidupan pribadi kita, namun ada banyak adat istiadat yang mesti kita kritisi apakah tepat untuk tetap melakukan adat tersebut dalam acara-acara pribadi kita seperti adat seputar pernikahan, kesehatan, pindah rumah dan bahkan kedukaan.  Jangan-jangan ketika kita melakukan hal-hal tersebut dengan pengertian yang benar namun tanpa memberikan penjelasan yang tuntas kepada saudara seiman kita, justru hal tersebut akan menyandung mereka untuk mencampurkan pandangan adat dengan iman Kristen.  Dalam hal inilah firman Tuhan mengingatkan kita untuk dapat menghidupi kebebasan yang sejati di dalam rangka mengasihi Allah dan sesama supaya cara hidup kita tidak menjadi batu sandungan namun berkat bagi sesama kita.  Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *