Hamba Yang Melayani

LD Tonny Mulia Hutabarat
Selasa, 28 Mei 2024

Hamba Yang Melayani – Lukas 17:7-10

Digemakannya hak asasi manusia saat ini (2024) maka perbudakan sangat dibenci. Maka sulit untuk memahami perikop Lukas 17:7-10, salah satu prinisp pemuridan tentang kerendahan hati yang diajarkan Tuhan dalam perumpamaan singkat tentang budak yang total berbakti kepada majikanNya.

Budak yang Yesus gambarkan dalam perumpamaan singkat ini, mungkin satu-satunya budak di rumah, yang sebagian besar mendapat pekerjaan berat — membajak, memelihara ternak, serta memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Keberadaannya cukup sulit. Point penting dalam pelajaran ini:

  1. Melayani tuan setiap saat. ( Lukas 17:7-8). Sepanjang hari dia melakukan pekerjaannya. Dia harus tetap melayani tuannya. Adil tidak adil si budak harus total melayani tuan. Tuan tidak untuk melayani budaknya, tetapi budak untuk melayani tuannya.
  2. Tuan tidak berterima kasih kepada hamba (Lukas 17:9). Tuan tidak “berutang” kepada pelayannya atas kerja kerasnya.
  3. Kewajiban seorang hamba ( Lukas 17:9-10). Perhatikan kata “ditugaskan” dan “wajib” (LAI: apa yang harus dilakukan). Gagasan tentang “tugas” dan “ketaatan” (wajib) terkait dengan hubungan kita dengan TUHAN. Komponen penting dari pemuridan yang sejati. Untuk menjadi murid sejati kita harus taat pada firman Tuhan dan melakukan tugas kita sebagai pengikut Yesus di dunia yang berdosa ini.
  4. Hamba yang tidak layak ( Lukas 17:10). Apakah kita akan mendapat manfaat khusus dari TUHAN jika kita menaati dan melakukan perintah-Nya? Bukankah kesalehan kita memberi kita perlakuan khusus? Tidak. Untuk menjadi murid sejati, kita harus membuang sikap “berhak” dan sebaliknya memandang diri kita sebagai “budak yang tidak layak”. Kata sifatnya adalah bahasa Yunani achreios , “berkenaan dengan tidak layak menerima pujian apa pun, tidak layak.”

Berkat-berkat TUHAN menjadi milik kita karena kita diangkat sebagai “anak”, tetapi pengangkatan itu sendiri terjadi karena kasih karunia. Tuhan tidak berhutang apapun pada kita! Dia memberikannya dengan cuma-cuma. Sebaliknya, kita berhutang budi padanya yang tidak dapat dibayar.

Pelajaran penting dari perumpamaan ini: (1) Kita tidak boleh membiarkan diri kita bersikap lembut dan dimanjakan, sehingga kita tidak perlu bekerja keras dalam melayani Tuhan. (2) Kita tidak boleh sombong dan mengharapkan ucapan terima kasih dari Tuhan atau dari manusia. Sebaliknya, kita harus melayani DIA dengan patuh tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Apa pun yang dilimpahkan-Nya kepada kita – dan berkat-berkat itu sangat besar – bukan karena kewajiban apa pun yang TUHAN miliki terhadap kita, melainkan sepenuhnya dan seutuhnya atas berkatNya.