LD Tonny Mulia Hutabarat
Selasa, 21 Mei 2024
Makna Transfigurasi & Kitab Suci … 2 Petrus 1: 16-21
Pengajaran utama yang ditonjolkan Petrus dalam 2 Petrus adalah tentang janji kedatangan Kristus sebagai RAJA (1:16) pada akhir zaman (eskatologis) Jika eskatologi ditolak akan menghilangkan panggilan untuk hidup setia di masa kini. Jika tidak ada penghakiman di masa depan, maka manusia memiliki peluang untuk berbuat dosa. Dan kenyataanany kehidupan sosial kontek Petrus guru-guru palsu menolak pengharapan eskatologis gereja, sehingga melonggarkan tradisi moral etika religius, mereka meninggalkan jalan yang lurus dan sesat ( lihat 2:15).
Terhadap ajaran palsu ini, Petrus membuat 2 argumen tandingan:
- Penulis mendukung pesan apostolik dengan mengingat kesaksian langsung para rasul tentang transfigurasi Yesus, penunjukan Yesus untuk peran masa depan sebagai penguasa dan hakim eskatologis (2 Petrus 1:16-18).
- Penulis mendasarkan pesan kerasulan ini dalam Kitab Suci, dengan mengklaim bahwa di dalamnya, “nabi-nabi digerakkan oleh Roh Kudus berbicara atas nama Tuhan” (1:21), dan menegaskan bahwa maknanya tidak boleh dinegosiasi ulang menurut keinginan pribadi (1: 19-21).
Transfigurasi Yesus
Kisah transfigurasi Yesus yang ditulis oleh penulis Injil ditolak oleh teolog2 modern (termasuk pengagum Kristen Progresif masa kini) sebagai kisah legenda. Prasangka teolog modern ini juga ditentang kaum Injili bahwa pada kisah transfigurasi tersebut adalah benar adanya.
Matius, Markus, dan Lukas (saksi sejarah) menceritakan peristiwa di mana Yesus naik gunung bersama tiga pengikutnya, Yesus diubahkan di hadapan mereka, Musa dan Elia muncul, Petrus mengusulkan untuk membangun tiga kemah, dan suara ilahi berbicara tentang identitas Yesus (Matius 17 :1-8; Markus 9:2-8; Lukas 9:28-36). Dengan cara yang berbeda-beda, masing-masing mengedepankan identitas Yesus dengan menampilkan di masa kini, meski hanya sesaat, potret kemuliaan Yesus di masa depan.
Apa peran transfigurasi dalam 2 Petrus? Ini mengesahkan janji kedatangan Yesus di masa depan.
Bagi Petrus, pesan apostolik tidak seperti “mitos yang dirancang dengan cerdik” (1:16) yang biasa diceritakan orang tentang dewa-dewa Yunani dan Romawi kuno. Sebaliknya, pesan mereka didasarkan pada apa yang telah dilihat dan didengar oleh para rasul (keagungan Yesus) (penegasan Tuhan terhadap Yesus). Perhatikan bagaimana laporan mengenai transfigurasi Yesus diberi penekanan pada kesaksian langsung: ”kami melihat, kami mendengar” (1:16b, 18).
Berbicara mengenai status Yesus, penulis menyusun kata demi kata: “keagungan,” “kehormatan,” “kemuliaan” – dan dengan demikian menyamakan Yesus dengan TUHAN, “Kemuliaan yang Agung” (1:16-17). Terhadap hal ini penulis menambahkan penegasan dari Mazmur 2:7 dan Yesaya 42:1: “Inilah Anakku, kekasihku, kepada-Nyalah Aku berkenan” (1:17). Hasilnya ada tiga:
- BAPA (TUHAN) menunjuk Yesus sebagai raja mesianis, wakil BAPA, sehingga Yesus mempunyai tanggung jawab ilahi sebagai penguasa dan hakim.
- Keagungan kebersamaan Yesus dengan BAPA tidak didasarkan pada klaim atau legenda manusia, namun pada suara BAPA sendiri.
- Oleh karena itu, pesan apostolik tentang penghakiman akhir zaman yang akan datang bukanlah sebuah dongeng tetapi berasal dari tindakan dan pernyataan BAPA sendiri.
Kitab Suci Nabi
Karena TUHAN yang berbicara tentang identitas dan status Yesus pada saat transfigurasi, dan karena TUHAN berbicara melalui kata-kata dalam Kitab Suci Israel, maka wajar jika di 2 Petrus beralih pada keandalan Kitab Suci tersebut.
Penulis memakai kata “pesan kenabian,” “nubuatan kitab suci,” dan “nubuatan” (1:19-21) merujuk secara luas pada keseluruhan Kitab Suci Israel, yang oleh umat Kristen disebut Perjanjian Lama. Dalam adegan pasca-kebangkitan dengan murid-murid dalam Injil Lukas, Yesus melontarkan pesan serupa: “Inilah firman-Ku yang kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama kamu — bahwa segala sesuatu yang tertulis tentang Aku di dalam hukum Musa, para nabi, dan mazmur harus digenapi” (Lukas 24:44). Dan Paulus berbicara tentang apa yang terjadi pada Kristus “sesuai dengan Kitab Suci” (1 Korintus 15:3-4).
Jadi, transfigurasi Yesus berfungsi, pertama, untuk menafsirkan Kitab Suci. Kita membaca peristiwa transfigurasi berdasarkan Kitab Suci. Kedua, transfigurasi Yesus berfungsi sebagai kesaksian akan keandalan Kitab Suci. Tidak mengherankan jika peristiwa transfigurasi Yesus dan Kitab Suci bersumber dari TUHAN.
Seperti kesaksian apostolik mengenai transfigurasi Yesus, kredibilitas Kitab Suci diperoleh bukan dari penemuan manusia melainkan dari tindakan TUHAN. 2 Petrus berupayanya untuk melawan guru-guru palsu ini, namun kita sudah melihat bagaimana penulisnya memperkuat pesan apostolik bahwa Yesus memang akan datang sebagai penguasa dan hakim. Dan janji penghakiman di masa depan membalikkan bayangannya, menyerukan kehidupan yang kudus dan saleh di masa kini.