LD Tonny Mulia Hutabarat
Selasa, 5 Maret 2024
Si aku
Lukas 12: 16 -19
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah
Filsuf Perancis Rene De Cartes terkenal dengan pemikirannya yaitu “i’m thinking therefore that i am”. Pemikiran tentang manusia yang berpusat pada kesadaran diri sendiri yang terus berkembang sampai hari ini (2024).
Ide “aku ada karena aku berpikir” yang berkembang di Eropa pada tahun 1750 ini sebenarnya sudah ada di zaman Yesus.
Kita perhatikan pengulangan kata “aku” di dalam periskop ini muncul 7 kali. Sedangkan kata “ku” yang adalah kata ganti “aku” muncul 5 kali.
Yesus menyatakan bahwa manusia sangat bergantung pada dirinya sendiri. Merasa paling bisa menentukan segalanya tanpa Tuhan. Sikap filsafat abad 17 bahwa manusia terpenjara dalam ide modernisme yaitu menonjolkan egoisme sampai pada masa posmodernisne. Pada masa postmodern, seolah-olah manusia menentang ide modernism tetapi sesungguhnya masih melanjutkan modernisme yaitu menonjolkan si “aku”. Kemandirian “aku” tetap masih melekat sampai ini tak terkecuali pada orang² Kristen.
Charles Tyler dalam buku sekularisme, menyatakan bahwa manusia berada dalam “bingkai imanen” di mana manusia hidup berdasarkan si aku (egoisme) tanpa disadarinya. Manusia menjadi yang paling egois. Manusia berpusat pada pikirannya sendiri dalam seluruh rangkaian peristiwa hidupnya dari waktu ke waktu.
Ideologi “center thinking him self” semakin subur di tengah maju nya tehnologi. Manusia semakin sejahtera semakin makmur semakin kaya. Rata-rata manusia semakin lebih baik.
Di saat manusia merasa lebih baik dalam segala hal mereka tidak lagi membutuhkan Tuhan. Orang Kristen ke gereja tapi dia tidak bertemu dengan Tuhan. Orang Kristen melayani Tuhan tapi tidak berjumpa dengan Tuhan. Dia beragama tetapi tidak menemukan Tuhan. Dia melakukan habitat ritual tetapi jauh dari Tuhan. Dia datang ke gereja hanya formalitas tanpa formasi spiritualitas.
Ia membaca Alkitab hanya untuk mendapatkan banyak informasi bukan untuk membentuk formasi spiritual nya.
Dia berbakti ke gereja tetapi asyik dengan dirinya sendiri tanpa TUHAN. Kegiatan seperti ini sangat menghina kebaktian kekristenan.
Orang datang ke gereja hanya untuk memenuhi kewajibannya sebagai yang beragama Kristen bukan bertemu dengan TUHAN.
Orang yg hidup atas dasar si aku, pikirannya, tindakannya, inisiatif dirinya sendiri adalah manusia yang paling bodoh dan yang tak dapat menangkal kematian yang akan dialaminya.
Ribuan orang merasa paling asing dengan Tuhan dari orang² yang paling mengetahui Tuhan. Ada orang Kristen yang paling aktif dalam kegiatan gereja tetapi yang paling jauh dari Tuhan, tidak mengalamiNya. Ia melakukan ritual² kristen tetapi hatinya jauh dari Tuhan. Mereka inilah yang paling “kaya dengan agama” tetapi bodoh.