Ayub 42:1-6

“dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu” (ayat 6)

Pernahkah saudara mengalami perasaan “ditinggalkan” ketika anda sakit parah atau persoalan berat menindih, kemudian ada rasa “kehilangan” harapan, dan dibarengi oleh rasa ‘hampa”. Ada perasaan sesak dalam dada. Dan air mata menjadi minuman anda.

Ayub kehilangan harta, kehilangan anak, kehilangan rumah. Istri yang mengutuk Tuhan, dan menyarankan suaminya meninggalkan Tuhan. Kemudian dagingnya membusuk. Sementara ia orang saleh dan takut Tuhan, namun ia membatin “tanpa pertolongan Tuhan”.

Episode terakhir kitab Ayub di pasal 42:6, ia terduduk dalam debu dan abu, merenungkan penyesalannya. Ayub diubahkan oleh Tuhan.

Kata “menyesal” dalam bahasa Alkitab berbahasa Ibrani (BHS) berbentuk kata kerja pasif dari kata “naham” (nhm) yang artinya disesali, diubahkan, dihibur. Alkitab berbahasa Inggris seperti ASV, KJV, GNV, JPS, NAB, NAS, NLT menterjemahkan dengan “repent” (bertobat, sesal). Akar kata “naham” adalah “breathing deeply”. Di dalam lubuk hati ada suatu penyesalan mendalam. Akar kata ini dalam rumpun bahasa Ugarit adalah bertobat atau pertobatan. Di dalam alkitab PL sering dipakai untuk nama tokoh seperti Nahum, Nehemia, Menahem (dari kata nhm, penghiburan) . DI PB kata ini diterjemahkan metanoe (perubahan pikiran atau pertobatan).

Kata “naham” mengandung unsur “sedih” atau tangisan karena perbuatan yang buruk, jahat, dosa. Seseorang akan menangis tersedu2 (rasa terpukul hebat) karena perbuatan dosa yang dilakukannya. Perasaan menyesal terjadi karena diberitahukan. Faktor perubahan itu karena ada kuasa firman Tuhan yang didengarkan. Kuasa Firman bagaikan palu dan api menghancurkan kepongahan rohani Ayub.

Ayub mengalami perubahan pikiran dan kembali kepada Tuhan. Kita tahu bahwa Ayub disebutkan profilnya di pasal 1 adalah benar, saleh, jujur dan menghormati Tuhan. Ayub menjalani penderitaannya banyak melontarkan kata-kata protes, gugatan, pembelaan diri dan pembenaran diri di hadapan teman2nya dan Tuhan. Ia mempertanyakan keadilanNya. Ia menuding kuasaNya kurang manjur karena membiarkan orang fasik makmur sementara dirinya ditimpa musibah dariNya. Mulai pasal 40-41 Tuhan mempertontonkan keperkasaanNya agar Ayub mengubah cara padangnya terhadap Tuhan. Seorang saleh seperti Ayub memerlukan perubahan pikiran. Ia harus semakin mengenal Tuhan lebih dalam.

Hal apakah yang membuat Ayub menangis, sedih dan berubah pikiran? Bertobat dalam perikop pendek ini, bila dicermati secara seksama 41: 1 – 6 dan pasal terdahulu, adalah sbb:

  1. Perubahan yang terjadi bagi Ayub bukan karena tenaga aktifnya, namun sebenarnya perjumpaan dengan Tuhan yang mengubahnya. Komunikasi Tuhan dengan Ayub, perjumpaan muka dengan “wajah” illahi (ay 1). Ia melihat Tuhan dari dalam badai. Ia menjadi sangat kerdil (nothing) ketika Tuhan menampakkan diriNya (theopani) dari dalam badai. Tuhan lebih raksasa dari segala raksasa di dunia ini. Ayub terngaga diam mulutnya. Sekaligus Tuhan menghiburnya. Ayub menjadi kuat karena dapat berdiri di pundak maharaksasa. Ketika Ayub kembali kepada Tuhan ia menjadi terhibur. Ia sekarang dapat berjalan dengan pengawalan dari Tuhan Yang Maharaksasa.
  2. Kesadaran (pengetahuan rohani/iman) mendalam dari Ayub bahwa rencana Tuhan tidak akan ada yang gagal. Iblis pun tak akan dapat menggagalkan rencanaNya. Iblis berencana bahwa melalui penderitaan yang ditimpakan padanya akan mengutuki dan meninggalkan Tuhan. Tuhan memberikan kesetiaan kepada Ayub. Sehingga rencana Tuhan tidak seperti yang diprediksi Iblis. Tuhan sanggup melakukan segala sesuatunya, bahkan dapat memakai Iblis dengan leluasa untuk menggenapi rencananNya (ay 2). Iblis yang lebih hebat kuasanya dari kuda nil, liwyatan, dan badai pun dapat ditaklukkanNya. Ayub terperangah bahwa Iblis pun ditaklukkan oleh Tuhan. Ayub dibawaNya ke titik sempurnaNya. Tuhan memperlihatkan diriNya lebih raksasa dari segala raksasa yang Ia ciptakan. Ayub pun akhirnya mencabut segala tuntutannya (permohonannya) kepada Tuhan. Ayub dipertobatkanNya.
  3. KhotbahNya yang berkuasa dari dalam badai, membuka telinga, mata, pikiran, dan seluruh hati Ayub. Imannya dicerahkan oleh gema firman dari dalam badai. Menghancurkan keangkuhan, kepongahan, kepintaran dan kedegilan Ayub. Tak ada bantahan/kritik Ayub, yang biasanya dengan sigap ia memberikan argumentasi kepada kawan2nya dan Tuhan sebelumnya. Keangkeran badai yang dapat menaklukkan hati Ayub. FirmanNya yang didengarkan Ayub membuat dia berubah pikiran. FirmanNya dari dalam badai membuatnya tercengang dan membelalakan matanya. Ayub sudah dicerahkanNya.
  4. Kuasa firmanNya dari dalam badai membuatnya mudah fokus memandang Tuhan (ay 5). Binatang buas diperkenalkanNya dan ditaklukkanNya, singa, kuda, rajawali, kuda nil, liwyatan dan terakhir angin raksasa (badai) di hadapan Ayub. Semuanya ini menghancurkan kesalehan, kebenaran, kejujuran Ayub. Ia dapat melihat Tuhan terlebih besar dari binatang2 besar dan ganas. Ia tidak lagi melihat penderitaannya besar, sbb Tuhan yang lebih besar dari penderitaannya. Ia mengalihkan padangannya dari “derita” kepada Tuhan yang merencanakan untuk kebaikannya dan kemuliaan Tuhan.

Ayub merasa bisa mengatur, menasehati, mengarahkan, menyetir Tuhan Yang Maharaksasa karena ia memiliki nilai kerohanian (jujur, benar, saleh, hormat). Karakter rohani yang berkualitas (nothing) tanpa Tuhan adalah nol (kosong). Ia mengandalkan kerohaniannya untuk mengendalikan Tuhan Maharaksasa . Dari dalam badai Tuhan menegaskan bahwa Ayub lebih membutuhkan TUHAN YANG MAHARAKSASA. Kekuatan rohani manusia tak akan dapat mengubah rencana Tuhan . Sekalipun sejuta kali Ayub berdoa bertalu-talu (sampai bertele-tele) agar penderitaannya diubah menjadi kemakmuran (sehat) tidak akan bisa, sebab Tuhan sudah merencanakan untuk suatu waktu ia harus menderita tanpa pertolonganNya. Doa2 Ayub tak akan mengubah keadaannya kecuali Tuhan yang mengubahnya. Tuhan yang memberinya derita, maka Tuhan yang akan mengambil deritanya.

Banyak orang mengandalkan moral, etika, nilai religius dll tetapi tidak bergaul erat dengan Tuhan malah ia berpihak dengan Iblis. Kita pernah saleh, tapi siapa di antara kita yang tak pernah salah. Maka kita terus memerlukan pertobatan karena selalu mendengar firmanNya setiap hari. Kita sudah benar, tapi siapa di antara kita yang tak pernah terselib niat jahat di hati kita. maka kita terus membutuhkan pertobatan karena selalu ingin memahami firmanNya setiap hari. Kita sudah jujur, tapi siapa di antara kita yang tak pernah berbohong putih, menutup2i dosa, serta membela/membenarkan diri. Maka kita sangat merindukan pertobatan karena digugah oleh firmanNya yang kita kunyah setiap hari. Kita telah menghormati Tuhan, tapi siapa di antara kita yang tak pernah membuat DIA hanya diurutan ketiga bahkan melupakanNya, kita hanya menghargai (mempertuhankan) diri sendiri. Maka kita memperlukan tangisan pertobatan di hadapanNya.

Duduk dalam debu dan abu, suatu simbol penyesalan diri yang mendalam. Ayub menyamakan dirinya dengan tanah kotor ketika dirinya jahat di hadapan Tuhan. Kapan ia bangkit dari abu? Ketika Tuhan mengubah konsepnya, bahwa Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatunya, bukan manusia rohani yang berdaulat bebas. Manusia tidak memiliki kebebasan.

Kata “naham” memiliki arti ganda yang paradoks, diubah, disesali, sedih dan dihibur/terhibur. Arti kata ini secara theologis adalah seseorang yang sungguh2 dipertobatkan dan menyesali perbuatannya sampai menangis (breathing deeply), mengalami perubahan2 pola pikir yang sesuai dengan kehendak Tuhan pada akhirnya ia akan mengalami penghiburan, hidup yang menyenangkan.

Episode terakhir bagian kedua kitab ini, Ayub dihibur oleh Tuhan dengan memperoleh kemakmuran dua kali lipat. Dan kemakmuran ini dinikmatinya bukan karena jasa karakternya (pertobatannya) tetapi semata2 karena kebaikan Tuhan.

Selamat berubah di hadapan Tuhan Yesus Yang Mahaagung

Ev. Tonny Mulia Hutabarat
29 September 2021