LD Tonny Mulia Hutabarat
Rabu, 16 Oktober 2024
7 Dosa Bangsa … Amos 1:3 – 2:5
Kitab Amos dengan dua tema besar—kekerasan/kekejaman yang menindas dan pengabaian penyembahan yang benar. Nabi Amos mengharuskan untuk menolak dosa.
Amos berbicara dalam tujuh teguran. Dengan gaya sastra “karena tiga [dosa] . . . dan empat.” Yang keempat adalah dosa yang paling utama, dan yang menjadi pusat teguran, tetapi ketiga dan keempat bersama-sama menjadi tujuh. Orasi target Amos adalah Israel (target utamanya), namun sebelumnya ia melakukan perjalanan keliling ke bangsa-bangsa di sekitarnya. Setiap teguran memiliki pernyataan tentang dosa bangsa kemudian disusulkan penghakiman dengan ap. Ketujuh bangsa tersebut adalah Damaskus, Gaza, Tirus, Edom, Amon Moab dan Yehuda. Ketujuh kecaman ini membawa kita kepada kejutan 7 + 1—negara kedelapan adalah Israel.
Dosa-dosa apakah yang telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ini?
- Damaskus bersalah karena kekejamannya dalam peperangan melawan Gilead (1:3-5). Kereta pengirikan merupakan gambaran kekejaman yang ekstrem dan menyeluruh dalam peperangan.
- Gaza, dan kota-kota lain milik orang Filistin, dihakimi karena perdagangan budak mereka dengan Edom (1:6-8).
- Tirus bersalah atas pelanggaran tidak manusiawi yang sama—menjual budak kepada Edom (1:9-10).
- Edom, keturunan Esau, di sisi lain menyimpan dendam untuk waktu yang lama dan mengejar saudaranya dengan pedang (1:11-12).
- Amon, salah satu bangsa keturunan Lot, bersalah atas kekejaman yang luar biasa dalam peperangan demi perluasan perbatasan (1:13-15).
- Moab, keturunan Lot melalui putrinya yang lain, bersalah karena menodai tulang-tulang raja Edom (2:1-3).
- Dan Yehuda, dalam dosa puncaknya, bersalah karena murtad dari penyembahan kepada TUHAN yang benar, meninggalkan hukum-hukum-Nya (2:4-5).
Amos, seperti TUHAN yang diwakilinya, tidak pilih kasih di sini. Semua bangsa ini dikecam, sebagian karena dosa yang mereka lakukan terhadap orang lain dalam daftar, dan sebagian karena dosa yang mereka lakukan bersama dengan orang lain dalam daftar.
Salah satu hal yang mencolok tentang teguran ini adalah bahwa Amos sepenuhnya mengharapkan bangsa-bangsa kafir ini untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar TUHAN. Penyembahan berhala akan menjadi bagian utama dari masalah ini.
Dalam Perjanjian Lama, Israel dipanggil untuk menjadi bangsa imamat. Ini berarti bahwa orang-orang non-Yahudi dapat menyembah dan melayani TUHAn dengan cara yang dapat diterima tanpa menjadi orang Israel.
Ketika Amos datang melawan bangsa-bangsa ini, ia melakukannya atas nama Tuhan. Tegurannya menunjukkan bahwa ia tahu (misalnya) bahwa Damaskus berdosa terhadap Gilead (bagian dari Israel) yang tidak mencegahnya untuk menegur Israel di kemudian hari. Amon juga berdosa terhadap Gilead—apakah itu berarti Amos berada di “pihak Israel?” Tidak, ia berada di pihak Tuhan. Amos tidak menegur Israel atas dasar pengetahuan orang Edom, atau menegur Moab atas dasar rencana orang Filistin. Amos membawa hukum yang berwibawa dari Tuhan yang berdaulat dan kudus untuk ditegakkan.
Yehuda seharusnya menganggap hubungannya dengan Tuhan sebagai milik-Nya secara eksklusif. Sebaliknya, mereka jatuh ke dalam perangkap dengan mempercayai bahwa Tuhan adalah milik mereka secara eksklusif. Karena itu, mereka berasumsi bahwa mereka berhak mengubah penyembahan yang Tuhan minta dari mereka. “Kebohongan mereka menyebabkan mereka sesat” mungkin merujuk pada berhala mereka sebagai kebohongan. Dalam pola retorika yang ditetapkan di sini, dosa ketujuh adalah yang terburuk, dosa puncak. Betapapun mengerikannya kekejaman dalam perang, betapapun mengerikannya perdagangan budak, betapapun mengerikannya mencabik-cabik wanita hamil, yang terburuk adalah menyembah berhala—itulah, bagaimanapun juga, sumber yang menciptakan semua air tercemar lainnya di hilir. Jadi penyembahan yang benar dan belas kasihan berjalan bersama-sama, dan jika memisahkan yang satu dari yang lain, membunuh keduanya.
Penyembahan yang benar adalah pohonnya. Belas kasihan adalah salah satu buah yang pasti dihasilkan oleh pohon itu. Kita tidak dapat memiliki pohon tanpa buahnya, dan kita tidak dapat memiliki buah tanpa pohonnya.